Kamis, 13 Maret 2014

Ran to Yuki



SATU
“Yuki” uap putih keluar dari bibirnya yang tipis. Seulas senyum mengembang dari bibir itu. Mata bulatnya berkali-kali mengerjab, tangannya menengadah keatas berusaha menampung salju yang turun. Kepalanya menengok keatas menatap langit gelap yang menurunkan salju. Sebutir gumpalan kecil berwarna putih jatuh tepat mengenai wajahnya. Dingin, itu rasa yang pertama kali ia rasakan, namun selanjutnya ia bisa merasakan kelembutan dan juga menjadi terasa begitu hangat. Matanya terus menatap ke arah langit mendung yang memberikan sensasi tersendiri saat memandangnya. Ia kembali menghembuskan napas panjang dan sekali lagi uap putih keluar dari mulutnya.
                “Ran”
Gadis itu menghentikan kegiatannya memandang langit. Keningnya mengerut, matanya sedikit ia picingkan melihat kearah orang yang tadi memanggilnya. Silau, tidak dapat terlihat. Orang itu berdiri tepat di mana matahari menyinarinya. Ran tidak dapat melihat siapa orang itu. ia tidak mengenalnya, atau ia mengenalnya namun tidak ingat siapa orang itu. Merasa penasaran, ia melangkahkan kakinya ke arah tempat orang itu berdiri. Kakinya perlahan demi perlahan berjalan mendekati orang itu, namun tiba-tiba tubuhnya terasa oleng, seperti orang yang sedang berada di atas kapal yang berlayar di atas ombak. Ran merasa kepalanya pusing, kakinya berhenti melangkah, ia terduduk. Kepalanya tertunduk dan saat ia mengangkat kepalanya lagi melihat orang itu, tiba-tiba penglihatannya mengabur, sosok tinggi itu sedikit demi sedikit menghilang dari pandangnnya.
                “Hei, Ran!” seorang gadis mengguncang-guncang tubuh Ran yang tertidur di meja. Ran membuka matanya perlahan dan sedikit mengerjab-ngerjabkannya. Ia langsung terduduk dan melihat sekeliling serta sosok gadis yang ada dihadapannya “Yukinya” serunya tanpa sadar dan masih memandang sekitarnya.
                “Yuki apa? Hei lo ngigau ya”
Ran menghentikan gerakan kepalanya yang masih melihat kekiri-kekanan. Ia menghela napas “ternyata cuma mimpi” Ran menguap dan tangannya menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
                Cindy masih menatap bingung dengan sahabatnya itu “memangnya mimpi apa sih?” tanya nya penasaran.
                Ran membenarkan duduknya, rambutnya yang tadi berantakan sudah rapi terikat. Bibirnya tersenyum mendengar pertanyaan Cindy. Ia senang jika ada yang bertanya tentang mimpinya. “tadi itu aku mimpi sedang turun salju. Aku berdiri di tengah-tengah tanah luas banget dan salju turun saat itu. indah banget deh pokoknya. Tapi sayang banget di sini gak mungkin ada salju turun” Ran kembali membayangkan mimpinya dan tiba-tiba ia berteriak dan berdiri “Aaahh!” Cindy yang duduk di sampingnya jadi kaget “kenapa lagi lo?”
                “Tadi itu dalam mimpi , rasanya ada yang manggilku”
                “Maksud lo?” Cindy jadi semakin tertarik dengan cerita sahabatnya ini. Ran kembali duduk dan Cindy mulai mendekatkan kupingnya untuk mendengar kelanjutan cerita dari Ran.
                “Aku gak tahu siapa, tapi nada suara orang itu saat manggil namaku itu..gimana gitu..”
                “Gimana? gue gak ngerti maksud lo, jelasin yang lebih rinci” desak Cindy
                “Saat orang itu manggil namaku rasanya ada perasaan rindu” jelasnya singkat “Tapi aku gak tahu siapa orangnya”
                “Memangnya gak keliatan tuh orang?”
Ran menggeleng dengan cepat “gak keliatan. Soalnya tuh orang berdiri tepat di pantulan cahaya matahari, jadi ya gak keliatan dan pas aku mau lihat lebih dekat  , kamu malah bangunin aku”
                “Mungkin orang yang udah lama banget gak lo temuin kali” kata Cindy lagi. Ran hanya mengerdikkan bahunya. Kalau memang orang yang sudah lama tidak ia temui , kemungkinan besar ia tidak akan bisa mengingat itu. Ran bangkit dari sofa dan berjalan menuju jendela yang ada di samping sofa itu. Matanya melihat pemandangan Jakarta di sore hari. Tetap saja sama, macet dan terasa sesak.
                                   
DUA
Langit sore Jakarta terlihat mendung. Pilot baru saja mengatakan untuk mengenakan kembali sabuk pengaman karena sebentar lagi pesawat akan mendarat. Pemuda itu mengenakan sabuk pengamannya dan kembali menatap langit. Banyak kenangan yang terdapat di kota itu. Kenangan masa kecil bersama orang tua dan juga sahabat sekaligus cinta pertamanya yang telah ia tinggalkan di kota itu. kini ia kembali ke Negara yang selama ini sudah ditinggalkannya untuk urusan pekerjaan dan juga untuk mencari kembali cinta pertamanya. Pemuda itu tersenyum dan bergumam “aku akan menemukanmu” sebelah tangannya memegang sebuah foto masa kecilnya, didalam foto berdiri seorang gadis kecil tengah tersenyum dengan manis di sampingnya. Pemuda itu tersenyum lagi dan kembali menatap keluar jendela melihat awan yang bergerak secara teratur yang dilewati oleh pesawat yang saat ini sedang di tumpanginya.
“Seizawa san” panggil seseorang yang duduk di sampingnya. Pemuda itu pun menoleh kesamping “Mm” jawabnya.
“Ini semua data yang anda minta kemarin, semuanya sudah saya urutkan sesuai dengan tahun dan bulannya ” pria disampingnya itu memberikan data-data seluruh laporan keuangan dan juga aset-aset kantor yang ada di indonesia. Pemuda itu membaca setiap detail dari kertas-kertas yang ada ditangannya, sesekali kepalannya mengangguk merasa ada keganjilan dalam data-data tersebut.
“Data-data ini banyak keganjilan” katanya sambil memberikan kembali berkas-berkas yang ada ditangannya.
Setelah memberikan kembali berkas-berkas di tangannya, pemuda itu kembali menatap keluar jendela. Matanya saat menatap langit Jakarta terlihat begitu sendu.
****