SATU
“Yuki”
uap putih keluar dari bibirnya yang tipis. Seulas senyum mengembang dari bibir
itu. Mata bulatnya berkali-kali mengerjab, tangannya
menengadah keatas berusaha menampung salju yang turun. Kepalanya menengok
keatas menatap langit gelap yang menurunkan salju. Sebutir gumpalan kecil
berwarna putih jatuh tepat mengenai wajahnya. Dingin, itu rasa yang pertama
kali ia rasakan, namun selanjutnya ia bisa merasakan kelembutan dan juga
menjadi terasa begitu hangat. Matanya terus menatap ke arah langit mendung yang
memberikan sensasi tersendiri saat memandangnya. Ia kembali menghembuskan napas
panjang dan sekali lagi uap putih keluar dari mulutnya.
“Ran”
Gadis itu menghentikan kegiatannya memandang langit. Keningnya mengerut,
matanya sedikit ia picingkan melihat kearah orang yang tadi memanggilnya.
Silau, tidak dapat terlihat. Orang itu berdiri tepat di mana matahari
menyinarinya. Ran tidak dapat melihat siapa orang itu. ia tidak mengenalnya,
atau ia mengenalnya namun tidak ingat siapa orang itu. Merasa penasaran, ia
melangkahkan kakinya ke arah tempat orang itu berdiri. Kakinya perlahan demi
perlahan berjalan mendekati orang itu, namun tiba-tiba tubuhnya terasa oleng,
seperti orang yang sedang berada di atas kapal yang berlayar di atas ombak. Ran
merasa kepalanya pusing, kakinya berhenti melangkah, ia terduduk. Kepalanya
tertunduk dan saat ia mengangkat kepalanya lagi melihat orang itu, tiba-tiba
penglihatannya mengabur, sosok tinggi itu sedikit demi sedikit menghilang dari
pandangnnya.
“Hei, Ran!” seorang
gadis mengguncang-guncang tubuh Ran yang tertidur di meja. Ran membuka matanya
perlahan dan sedikit mengerjab-ngerjabkannya. Ia langsung terduduk dan melihat
sekeliling serta sosok gadis yang ada dihadapannya “Yukinya” serunya tanpa
sadar dan masih memandang sekitarnya.
“Yuki apa?
Hei lo ngigau ya”
Ran menghentikan gerakan kepalanya yang masih melihat
kekiri-kekanan. Ia menghela napas “ternyata cuma mimpi” Ran menguap dan
tangannya menggaruk kepalanya yang tidak terasa gatal.
Cindy masih
menatap bingung dengan sahabatnya itu “memangnya mimpi apa sih?” tanya nya
penasaran.
Ran
membenarkan duduknya, rambutnya yang tadi berantakan sudah rapi terikat.
Bibirnya tersenyum mendengar pertanyaan Cindy. Ia senang jika ada yang bertanya
tentang mimpinya. “tadi itu aku mimpi sedang turun salju. Aku berdiri di
tengah-tengah tanah luas banget dan salju turun saat itu. indah banget deh
pokoknya. Tapi sayang banget di sini gak mungkin ada salju turun” Ran kembali
membayangkan mimpinya dan tiba-tiba ia berteriak dan berdiri “Aaahh!” Cindy
yang duduk di sampingnya jadi kaget “kenapa lagi lo?”
“Tadi itu
dalam mimpi , rasanya ada yang manggilku”
“Maksud lo?”
Cindy jadi semakin tertarik dengan cerita sahabatnya ini. Ran kembali duduk dan
Cindy mulai mendekatkan kupingnya untuk mendengar kelanjutan cerita dari Ran.
“Aku gak tahu
siapa, tapi nada suara orang itu saat manggil namaku itu..gimana gitu..”
“Gimana? gue
gak ngerti maksud lo, jelasin yang lebih rinci” desak Cindy
“Saat orang
itu manggil namaku rasanya ada perasaan rindu” jelasnya singkat “Tapi aku gak
tahu siapa orangnya”
“Memangnya
gak keliatan tuh orang?”
Ran menggeleng dengan cepat “gak keliatan. Soalnya tuh orang
berdiri tepat di pantulan cahaya matahari, jadi ya gak keliatan dan pas aku mau
lihat lebih dekat , kamu malah bangunin
aku”
“Mungkin
orang yang udah lama banget gak lo temuin kali” kata Cindy lagi. Ran hanya
mengerdikkan bahunya. Kalau memang orang yang sudah lama tidak ia temui , kemungkinan
besar ia tidak akan bisa mengingat itu. Ran bangkit dari sofa dan berjalan
menuju jendela yang ada di samping sofa itu. Matanya melihat pemandangan
Jakarta di sore hari. Tetap saja sama, macet dan terasa sesak.
DUA
Langit sore Jakarta terlihat mendung. Pilot
baru saja mengatakan untuk mengenakan kembali sabuk pengaman karena sebentar
lagi pesawat akan mendarat. Pemuda itu mengenakan sabuk pengamannya dan kembali
menatap langit. Banyak kenangan yang terdapat di kota itu. Kenangan masa kecil
bersama orang tua dan juga sahabat sekaligus cinta pertamanya yang telah ia
tinggalkan di kota itu. kini ia kembali ke Negara yang selama ini sudah
ditinggalkannya untuk urusan pekerjaan dan juga untuk mencari kembali cinta
pertamanya. Pemuda itu tersenyum dan bergumam “aku akan menemukanmu” sebelah
tangannya memegang sebuah foto masa kecilnya, didalam foto berdiri seorang
gadis kecil tengah tersenyum dengan manis di sampingnya. Pemuda itu tersenyum
lagi dan kembali menatap keluar jendela melihat awan yang bergerak secara
teratur yang dilewati oleh pesawat yang saat ini sedang di tumpanginya.
“Seizawa san” panggil seseorang yang duduk di sampingnya.
Pemuda itu pun menoleh kesamping “Mm” jawabnya.
“Ini semua data yang anda minta kemarin,
semuanya sudah saya urutkan sesuai dengan tahun dan bulannya ” pria disampingnya
itu memberikan data-data seluruh laporan keuangan dan juga aset-aset kantor
yang ada di indonesia. Pemuda itu membaca setiap detail dari kertas-kertas yang
ada ditangannya, sesekali kepalannya mengangguk merasa ada keganjilan dalam
data-data tersebut.
“Data-data ini banyak keganjilan” katanya
sambil memberikan kembali berkas-berkas yang ada ditangannya.
Setelah memberikan kembali berkas-berkas di
tangannya, pemuda itu kembali menatap keluar jendela. Matanya saat menatap
langit Jakarta terlihat begitu sendu.
****