Chapter 1
Gadis itu menatap
secarik kertas yang ada di tangannya “Jakarta - Seoul” berulang kali ia
mengucapkkan kata itu. Mata bulatnya masih terus memandangi suasana sekitar, ya
Bandara International Soekarno-Hatta masih terlihat sama, ramai oleh pengunjung
yang hendak pergi keluar Negeri entah itu untuk urusan bisnis atau hanya
sekedar jalan-jalan menghabiskan uang. Ia masih duduk termenung menunggu
saatnya tiba waktu keberangkatannya menuju negeri ginseng yang dulu memang
sempat di idam-idamkannya. Pikirannya melayang saat ia menerima sebuah amplop
yang isinya akan mengubah seluruh hari-harinya atau bahkan hidupnya. Ia tidak
pernah menyangka akan mendapatkan beasiswa untuk kuliah kedokteran di Korea
University yang lokasinya terletak di Seoul. Saat ia memberitahukan kabar
gembira itu, betapa senang Ayah dan
Ibunya.
Dua hari yang lalu
menjadi hari yang ingar-bingar dengan acara keberangkatannya. Ibunya begitu sibuk
menyiapkan segala hal yang ia butuhkan nanti saat berada di negeri asing itu.
Sedangkan ayahnya sibuk menelpon sanak saudara jauh mengabarkan akan kabar
gembira itu. Begitu banyak uang yang dikeluarkan orang tuanya untuk membeli
segala yang dibutuhkannya selama di Seoul nanti. Melihat apa yang telah
diberikan oleh Ayah dan Ibunya membuat hati gadis itu sedih. Ketika matanya
mulai menitikkan air mata, Ibunya memeluk dan berkata “ Gak usah sedih, kamu
bisa mengganti ini semua dengan keberhasilan yang akan kamu raih disana”.
Betapa besar kepercayaan yang mereka berikan.
Alice atau lebih
tepatnya Alicia Putri dan lebih sering dipanggil Alice oleh teman-temannya menggigil
membayangkan besarnya harapan kedua orang tua yang ia pikul. Ia adalah
satu-satunya harapan bagi kedua orang tuanya. Terlahir dari keluarga sederhana
dan hanya memiliki seorang kakak perempuan yang kini sudah tidak ada lagi
diantara mereka bukanlah hal yang mudah. Menjadi anak tunggal sangatlah sulit
karena segala harapan orang tua akan menjadi tanggung jawabnya. Namun alice
cukup beruntung karena memiliki otak cerdas dan pandai bergaul, hal itu
membuatnya mudah mewujudkan satu demi satu impian orang tuanya. Dan ini juga
pasti merupakan harapan Kakaknya yang kini telah berada dialam lain.
Gadis itu kembali
tersadar dari lamunan panjangnya ketika terdengar pengumuman bahwa pesawat yang
akan ia tumpangi telah tiba dan sudah saatnya ia untuk bersiap-siap naik. Gadis
itu berjalan dengan tergesa-gesa sambil menarik koper kecilnya dan menaiki
pesawat. Matanya seketika terbelalak saat pramugari menunjukkan dimana ia harus
duduk “First class” ujarnya pelan sambil menelan ludah. Ia benar-benar tidak
tahu kalau tiket yang dibelikan oleh paman dan bibinya itu adalah ‘First class’,
mereka pasti mengeluarkan banyak uang untuk tiket pesawat ini, pikirnya.
***
“Tae Yong ssi, bagaimana
kesan anda terhadap fans-fans anda yang ada disini?” salah seorang wartawan
majalah asia mulai menjalankan tugasnya sambil berdesak-desakkan dengan wartawan-wartawan
lainnya. Kim Tae Yong hanya memberikan senyuman hangat dan bersahabat serta
berkata “ saya sangat senang bisa bertemu dengan fans-fans saya disini”.
“Tae Yong ssi, apa
kesan-kesan anda setelah beberapa hari berada di Indonesia?” ujar wartawan lainnya.
“Tae Yong ssi...Tae Yong ssi” hampir seluruh wartawan itu mengerumuninya
seperti segerombol semut mengerumuni gula. Untung saja manajernya, Park jung Su
begitu sigap mengatasi situasi seperti ini. Laki-laki satu ini langsung
mengamankan Tae Yong dari cengkraman para wartawan itu. Dengan bersusah payah
akhirnya mereka bisa kembali menghirup udara segar setelah beberapa menit yang
lalu selalu dikerubungi oleh wartawan-wartawan majalah itu.
“Komawoyo ,
kalau tidak ada Hyeong
pasti aku sudah kewalahan menghadapi mereka” ucap Tae Yong tulus.
Park Jung Su menggoyangkan
jari telunjuknya ke kiri dan ke kanan “Tidak..tidak..tidak, kau tidak perlu
berterima kasih, ini adalah bagian dari tugasku” ucapnya dengan nada bangga.
“Nah, ayo kita juga
harus buru-buru” Park Jung Su melihat jam tangannya dan berjalan dengan cepat.
Langkahnya diikuti pula oleh Kim Tae Yong. Mereka berjalan dengan cepat dan
memasuki sebuah pesawat yang akan terbang menuju seoul.
Kim Tae Yong
ternyata cukup terkenal bahkan sampai pramugari pesawat itu pun mengenalinya.
Hampir semua orang didalam pesawat itu berbisik membicarakannya. Namun bukan
hanya Kim Tae Yong saja ternyata yang dapat menyita perhatian wanita-wanita
yang ada di dalam pesawat itu, Park Jung Su sang manager pun ternyata juga
memikat hati para wanita. Dua pemuda itu sama-sama memiliki wajah tampan namun
sifat dan kepribadian mereka sangatlah berbeda. Kim Tae Yong, berwajah manis,
lembut dan baik hati, namun terkadang ia juga bisa menjadi egois seperti halnya
anak-anak yang bila menginginkan sesuatu harus didapatkan. Sedangkan Park Jung
Su, berwajah tampan, tegas, berwibawa,dan bersikap lebih dewasa, ia juga
terkadang ditakuti oleh bawahannya, namun Park Jung Su adalah tipe seorang
kakak yang sayang pada adiknya.
“Hyeong, apa benar penyelamatku itu
berasal dari sini?” Tae Yong melepas kacamatanya sambil duduk di bangku
penumpang. Wajahnya terlihat sendu saat mengatakan itu.
“Geuraeyo
, itulah yang dikatakan oleh orang-orang dirumah sakit tempat kau dirawat dulu.
Wae yo?”
“Aniyo, hanya saja saat berada di negara ini,
jantung ku terasa begitu tenang” ujar Tae Yong sambil tangannya memegang
dadanya. Matanya kini menerawang, pikirannya tengah berlari ke masa lalu, ke
masa tiga tahun lalu. Saat itu ia sedang mengendari mobil pribadinya hendak
pergi ke acara realty show yang akan dibintanginya. Namun belum sampai ia
ketempat tersebut tiba-tiba saja ia merasa jantungnya terasa seperti
ditusuk-tusuk dan tak lama setelah itu ia pingsan tidak sadarkan diri. Cukup
lama ia tidak sadarkan diri dan di hari itu pula terjadi sebuah kecelakaan yang
menewaskan satu orang. Pada hari itu pula ia mendapatkan sebuah donor jantung
yang cocok dengan jantungnya. Ia amat berterimakasih kepada orang yang tewas
saat kecelakaan itu terjadi.
“Tae Yong a, Kim
Tae Yong..” sudah beberapakali Park Jung Su memanggil artisnya itu. Namun orang
yang di panggil seperti nya tengah asik dengan lamunannya sendiri. Merasa tidak
didengar, ia guncang sedikit lengan pemuda yang duduk disampingnya itu.
Kim Tae Yong
terkejut saat seseorang menyentuh lengannya. Ia langsung tersadar dari lamunan
panjangnya dan berkata dengan tergagap “Ne
?” Sambil menatap orang yang dari tadi sudah memanggilnya. Park Jung Su hanya
menatap dengan pandangan aneh pada pemuda itu.
“Apa Hyeong memanggil ku?”
“Iya, tapi apa yang
sedang kau pikirkan tadi?”
Tae Yong hanya
menjawabnya dengan gelengan dan tersenyum “ lalu apa yang ingin Hyeong katakan pada ku?” ujarnya
mengganti topik pembicaraan.
Park Jung Su
berpikir sejenak, apakah ia harus memberitahukan pada Tae Yong tentang apa yang
di lihat dan diketahuinya. Tapi ia sedikit ragu untuk mengatakan itu, apalagi
kondisi Tae Yong sudah seperti biasanya, ia takut bila mengatakannya Tae Yong
akan kembali pada kondisinya yang dahulu. Cukup lama ia berpikir dan akhirnya
ia hanya menggeleng “tidak..tidak ada, tadi aku hanya ingin menawarimu
minuman”.
“Apa kau mau
minum?” ulang Park Jung Su
Tae Yong
menggelengkan kepalanya “Aku tidak haus dan aku sangat lelah. Aku tidur saja”
“Baiklah, tidurlah.
Nanti akan aku bangunkan bila sudah sampai”
Jung Su tahu saat
ini bukanlah saat yang tepat baginya untuk memberitahukan siapa yang telah ia
lihat. Ia akan memberitahukannya pada saat yang tepat. Pada saat wanita itu yang
seminggu lalu ia lihat di Bandara Incheon
tidak ada lagi di pikiran Tae Yong, pada saat hati dan pikiran Tae Yong kembali
jernih. Ya pada saat itu saja ia akan memberitahukan pada pemuda disampingnya
itu.
Pesawat yang
ditumpangi mereka mulai lepas landas, penerangan didalam kabin pun meredup.
Penumpang-penumpang yang lain tampak tertidur seperti halnya dengan Tae Yong
yang sudah tertidur lelap. Sepertinya ia begitu lelah dan benar-benar
membutuhkan istirahat yang banyak. Sedangkan Park Jung Su tengah asik dengan
laptop yang dibawanya.
Disisi lain pesawat
itu, seorang gadis tengah asik menikmati kenyamanan yang didapatkannya didalam
pesawat itu. Alice memandang kekiri dan kekanan. Lampu kabin sudah diredupkan
dan ia masih asik melihat sekelilingnya. Ini adalah perjalanan pertama baginya
tanpa ada Ayah dan Ibu yang menemani. Merasa matanya lelah, Alice membuka
selimutnya dan mulai memejamkan mata hingga ia tertidur lelap.
Chapter 2
“Para penumpang yang kami hormati, saat ini
kita telah tiba di Incheon, waktu menunjukkan pukul 20.00 waktu korea, suhu
diluar menunjukkan sebesar 10 derajat celcius dan bla..bla..bla..”
Pramugari memberitahukan bahwa pesawat telah sampai di tujuan.
Park
Jung Su membereskan segala barang bawaannya dan tak lupa membangunkan Tae Yong
yang masih tertidur “Tae Yong a..Tae Yong a, bangun kita sudah sampai” ucapnya
pelan seperti berbisik.
Tae
Yong membuka matanyanya pelan dan mengerjapkannya beberapa kali. Ia berdiri dan
sedikit merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku. Jung Su terlihat masih
sibuk mengeluarkan tas kecilnya dari bagasi atas.
“Aku
keluar dulu ya Hyeong” ucap Tae Yong
sambil mengenakan jaket kulit kesayangnnya.
“Oh,
ya kau duluan saja. Aku masih harus mengurus yang lainnya”
Tae
Yong mengangguk dan berjalan menuju pintu keluar terlebih dahulu. “Annyeonghi kaseyo” ucap
salah seorang pramugari yang berdiri di depan pintu keluar. Tae Yong hanya
tersenyum dan berlalu pergi. Ia berjalan keluar dan berhenti sejenak, matanya
memandang langit seoul yang gelap dan hidungnya menghirup udara seoul yang
dingin. Seulas senyum mengembang dari bibirnya yang kemerahan karena dingin.
***
“Annyeonghi kaseyo”
“Annyeonghi kaseyo” balas Alice sambil
membungkukkan badannya. Untung saja ia cukup menguasai bahasa korea dan juga
bahasa inggris, sehingga membuatnya mudah untuk berinteraksi dengan orang-orang
disekitarnya.
Alice
melangkahkan kakinya keluar dari pintu pesawat itu, seketika sekujur tubuhnya
menggigil karena dinginnya udara malam seoul. Ia tarik sedikit mantel bulu yang
baru saja dibelinya agar tubuhnya terasa lebih hangat. Ia berhenti sejenak.
Matanya memandang sekeliling tempat itu.
“Disinilah
aku akan memulai hidupku” ujarnya pelan dan seulas senyum mengembang
dibibirnya. Ia kembali berjalan dan langsung mengurus izin masuk dan juga
bagasi yang ternyata memang cukup rumit. Selesai mengurus segala hal penting
untuk memasuki negara ginseng itu, ia kembali berjalan sambil melihat
sekeliling tempat orang-orang menjemput kenalan mereka. Alice mencari satu demi
satu orang yang akan menjemputnya, dan matanya terhenti tepat pada sesosok
gadis yang lebih tua satu atau dua tahun dengannya. gadis itu memegang kertas
yang bertuliskan namanya dengan besar. Alice tersenyum dan melangkahkan kakinya
dengan cepat kearah gadis berambut pirang tersebut.
“Annyonghashimnikka”
ucap Alice sambil membungkukkan sedikit badannya dan dibalas pula oleh gadis
berambut pirang tersebut.
“Alice
ssi ?” tanya gadis tersebut.
“Ye”
ucap Alice mengiyakan
Gadis
itu tersenyum dan mengulurkan sebelah tangannya dan uluran tersebut disambut
hangat oleh Alice. “Hani” ucap gadis itu “Kang Hani” lanjutnya memperjelas
namanya.
“Kang
Hani ssi, senang berkenalan dengan anda” ucap Alice
“Nah
ayo kita pergi ketempat ku” Kang Hani langsung membantu Alice membawa beberapa
tas kecilnya dan berjalan lebih dulu, Alice mengikutinya dari belakang.
***
“Lelah
sekali”
Park
Jung Su menatap Tae Yong dengan pandangan khawatir. Ia yakin Tae Yong tidak
pernah sekalipun mengucapkan kata ‘lelah’ sedikit pun, sesakit apapun tubuhnya,
Park Jung Su sangat yakin kalau Tae Yong tidak akan pernah merasa lelah dengan
apa yang dikerjakannya.
“Tae
Yong a, apa kau sakit?” Park Jung Su masih menatap Tae Yong dengan rasa
khawatir.
“Tidak” pemuda itu
menggeleng pelan. Ia menatap managernya itu dengan seksama, terlihat dari mata
managernya itu ada rasa cemas yang terpancar.
“Ah,
Hyeong tidak usah cemas. Aku
baik-baik saja, tidak usah menatapku seperti itu dan aku....”
“Bagaimana
mungkin aku tidak cemas. Kau ingin aku panik seperti kejadian tiga tahun lalu
itu” sela Park Jung Su. Ia mulai dengan kebiasaan lamanya yaitu menceramahi
artisnya.
Tae
Yong sangat mengenal managernya itu dengan sangat baik. Ia hanya mendengarkan
setiap kata yang keluar dari mulut managernya itu. Sebenarnya Tae Yong sudah
sangat hafal apa saja yang akan dikatakan oleh managernya, tapi kali ini ia
biarkan saja managernya itu mengoceh untuk menenangkan perasaannya sendiri.
“Sepertinya
aku harus mencari seorang dokter untuk menjagamu”
“Hyeong!” Tae Yong ingin membantah.
“Kali
ini kau harus menyetujuinya. Aku tidak mau tiba-tiba kau pingsan dan memuat
Paman dan Bibi menjadi cemas”
“Hyeong, aku ini sudah besar dan bisa
menjaga diriku sendiri. Aku tidak suka diawasi oleh orang yang tidak aku kenal
selama duapuluh empat jam”
Masih belum ada tanggapan
“Atau
Hyeong saja yang menjagaku!. Selama
ini bukankah selalu Hyeong yang
menjagaku” Tae Yong bicara sambil melangkah masuk kedalam mobil yang sudah
menunggu mereka. Park Jung Su yang melihat tidak tahu harus berbuat apa lagi
dengan artisnya ini.
“Hhh”
Park Jung Su menghela napas. Ia pun melangkahkan kakinya masuk ke mobil.
Tae
Yong menyandarkan kepalanya ke kursi dan melepaskan kacamata hitam yang
dikenakannya. Matanya memandang ke luar jendela mobil menikmati pemandangan
malam kota seoul yang sudah dua minggu ini ia tinggalkan. Suasana didalam mobil
begitu hening, tidak ada yang bicara. Tae Yong masih asik menatap keluar,
sedangkan Jung Su sibuk dengan pikirannya sendiri.
Tae
Yong menolehkan wajahnya menghadap Jung Su. Ia terus memandangi managernya itu,
aneh! Tidak seperti biasanya Jung Su diam dan melamun. Biasanya bila Tae Yong
membantah apa yang diinginkannya, pemuda itu pasti akan terus mengoceh dan
mencari cara agar Tae Yong mau menyetujui keinginannya. Tapi hari ini aneh
sekali, Jung Su tidak memaksa Tae Yong atas keinginannya. Apa mungkin ia sedang
merencanakan sesuatu?!
“Hyeong!” panggil Tae Yong
Jung
Su tersadar dari lamunan “Mm” ucapnya spontan sambil menatap Tae Yong.
“Kau
kenapa? Tidak seperti biasanya?”
“Aku?
kenapa ?”
“Ku
lihat kau melamun”
Jung Su tersenyum jail “Tau darimana aku
melamun, bisa saja aku sedang memikirkan sesuatu” ucapnya, sesekali ia ingin
mengerjai artisnya ini.
“Aku
tahu Hyeong melamun. Wajahmu itu
seperti ini” Tae Yong menirukan wajah Jung Su saat melamun. Jung Su yang
melihat tertawa lepas saat melihat mimik wajah yang dibuat Tae Yong, lucu
sekali.
“Wajah
ku tidak seperti itu” ujarnya di sela tawanya.
“Hh..kau
tidak percaya. Wajah mu memang seperti itu tadi. Ck.. seharusnya tadi aku
memfoto mu saja, biar kau percaya” ujar Tae Yong masih dengan mencontohkan gaya
Jung Su melamun.
Jung
Su tertawa lebar melihat mimik wajah Tae Yong “Arasseo...arasseo”
ujar Jung Su mengalah. Ia tidak tahan melihat wajah lucu yang dibuat Tae Yong.
Rencana ingin menjahili malah yang terjadi sebaliknya, dirinyalah yang dijahili
oleh Tae Yong. Tae Yong masih belum puas mengerjai managernya itu, ia masih
membuat wajah-wajah lucu hingga sampai di tempat tujuan mereka.
***
“Alice ssi, ayo masuk”
Alice
melangkah masuk kedalam apartemen milik Hani. Ia melihat sekeliling. Apartemen
itu memang kecil, namun didalamnya terdapat dua kamar, yah cukuplah untuk
menampung dirinya. Di sudut kanan terdapat sebuah jendela kecil. Dari sana ia
dapat melihat kerlap-kerlip lampu jalan. Alice meletakkan barangnya disudut
kiri dekat dengan pintu masuk. Ia masih merasa sedikit asing dengan tempat
tersebut. Maklum saja, selama ini Alice tidak pernah tinggal sendirian apalagi
menumpang dirumah orang yang belum ia kenal.
Kang
Hani memandang gadis yang kini tengah menatap sekeliling tempat tinggalnya itu.
Mirip, benar sangat mirip. Tatapan gadis itu, wajahnya dan juga senyumnya
sangat mirip dengan seseorang yang dulu ia kenal, seseorang yang sudah
dianggapnya sebagai kakaknya sendiri.
Merasa
diperhatikan, Alice membuka suara “Hani ssi”
sapanya. Kang Hani tersentak mendengar suara tersebut.
“Hani
ssi, kenapa kau memandangku seperti
itu?” tanya Alice
Kang
Hani tersenyum “Ku rasa kau mirip dengan sahabatku yang dulu juga tinggal disini”
“Benarkah?
lalu dimana orang itu sekarang, apa dia tidak tinggal disini lagi?”
Kang Hani menggeleng pelan, raut wajahnya
terlihat sendu “Dia sudah pergi” ujarnya pelan
“Ana
Eonni
sudah pergi” gumamnya pelan.
Alice
terkejut saat Kang Hani menyebut nama itu. Ia sangat yakin gadis itu baru saja
menyebut nama kakaknya. Walaupun gadis itu mengucapkannya dengan pelan tapi
suaranya masih bisa didengar oleh Alice. Matanya mulai tergenang air, ia ingin
menangis. Namun ia langsung menepis keinginan itu. Ia seka airmatanya dengan
ujung jarinya dan ia coba untuk tersenyum. Setidaknya ditempat ini ada kenangan
tentang kakaknya.
“Mianhae”
ucapnya sambil berjalan ke tempat Kang Hani dan memegang pundak gadis itu. Kini
mereka berdua terdiam dalam sunyi, mengenang kembali sosok yang telah lama
pergi.
Chapter 3
Alice
menatap dirinya didepan cermin. Baju kemeja baru dan celana panjang hitam,
cukup rapi. Ia kembali menyisir rambutnya yang kembali berantakan. Pagi ini ia
akan pergi mengurus segala administrasi sekolahnya. Tak lupa dikenakannya
mantel kulit yang memang cukup hangat untuk dikenakan di musim dingin seperti
ini.
“Hani
ssi...Hani ssi” ucapnya searaya mengguncang pelan tubuh gadis yang masih
tertidur lelap itu. Semalam mereka banyak berbincang mengenai banyak hal dan mereka
baru tertidur sekitar jam dua malam.
Kang
Hani membuka matanya perlahan. Sinar mentari tepat mengenai retinanya sehingga
membuatnya mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia mengubah posisinya yang tadi
masih tidur kini telah duduk bersila diatas kasur. Matanya masih terlihat
mengantuk.
“Sudah
mau pergi?” ucapnya pelan antara sadar dan setengah tertidur.
“Mmm”
Alice mengangguk
“Apa
kau mau menemaniku? Aku belum tahu betul rute-rutenya”
“Boleh
saja. Tapi aku belum mandi” Kang Hani memperhatikan dirinya yang masih terlihat
kusut dengan rambut seperti sarang burung.
“Kau
mau menunggu ku sebentar kan?”
Alice
mengangguk sambil tersenyum. Kang Hani bangkit dari duduknya dan berjalan ke
arah lemari mengambil pakaian ganti, lalu ia pergi ke arah kamar mandi dan
mulai membersihkan diri.
Selagi
menunggu Hani selesai mandi, Alice membereskan ruangan kecil itu, membuang
sampah-sampah makanan, membersihkan kasur yang berantakan dan masih banyak
lagi. Ia juga membuka jendela ruangan tersebut agar udara dalam rumah berganti.
Pagi itu udara cukup dingin, sepanas apapun matahari musim dingin tetap saja
tidak dapat menghangatkan tubuh. Alice termenung menatap jalan kota seoul dari
balik jendela kecil itu.
“Berbeda”
gumamnya. Ya sangat berbeda dengan jalanan di kotanya, Jakarta. Biasanya bila
sepagi ini ia sudah harus buru-buru mencegat angkot sebelum terkena macet yang
parah. Sedangkan disini, di seoul, pagi ini masih belum banyak kendaraan yang
berlalu lalang. Padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi.
Benar-benar berbeda.
“Alice ssi, ayo”
Alice
tersadar dari lamunannya dan menolehkan wajahnya kearah Kang Hani, ternyata
gadis itu sudah selesai mandi dan bahkan ia sudah rapi dengan baju khasnya
seperti kemarin gadis itu menjemputnya.
Kang
Hani, mengambil tas dan juga kunci mobilnya, kemudian ia berjalan keluar lebih
dulu. Alice mengikuti gadis itu dari belakang dan tak lupa menutup kembali
jendela dan mengunci pintu apartemen mereka.
***
Tae
Yong berdiri mematung disamping mobilnya memandangi tulisan besar yang ada di
hadapannya.
“KOREA
UNIVERSITY ANAM HOSPITAL”
Tae
Yong mengulang kata-kata itu berkali-kali. Setelah merasa yakin dengan apa yang
dibacanya, ia kembali menatap managernya dengan tatapan penuh tanya.
Jung
Su sangat tahu dengan tatapan itu. Sebenarnya kemarin ia ingin membicarakan ini
dengan Tae Yong. Tapi ia juga sangat yakin kalau Tae Yong tidak akan menyetujui
rencananya ini. Karena itulah dengan sedikit berbohong akhirnya ia bisa membawa
Tae Yong ketempat ini.
“Hyeong!” Tae Yong masih menatap Jung Su
meminta kepastian.
Jung
Su berjalan ke arah Tae Yong. Sebelah tangannya memegang pundak Tae Yong,
matanya menatap lurus kearah artisnya itu.
“Tae
Yong a, aku tahu kau pasti sangat kesal padaku saat ini, tapi yang kulakukan
ini juga demi kesehatanmu” ujarnya menjelaskan dengan sabar.
Tae
Yong menghela napas. Sudah hampir tiga tahun ia tidak merasakan sakit, tapi
ahir-akhir ini jantungnya berdetak tidak normal dan hal itu terkadang
membuatnya cepat lelah. Ia tidak pernah berpikir apakah Jantung barunya itu
mengalami masalah atau tidak, ia tidak berani memikirkan itu. Tatapannya ia
alihkan kearah gedung besar yang ada dihadapannya lalu berpindah menatap
managernya yang kini berdiri disampingnya. Sebuah keputusan pun ia buat.
“Baiklah,
aku juga ingin tahu apa jantungku ini baik-baik saja” jawabnya sambil memegang
dadanya.
“Ayo,
Hyeong” Tae Yong berjalan terlebih
dahulu memasuki Rumah Sakit itu.
Jung
Su tersenyum senang dan mengikuti langkah Tae Yong masuk kedalam. Ia sudah membuatkan
janji dengan dokter kenalannya dan mereka harus pagi-pagi sekali untuk datang
menemui dokter tersebut. Maklum saja bila sudah siang ia akan sulit ditemui
karena banyaknya pasien yang harus ditanganinya ditambah lagi ia juga harus
memberikan materi kuliah untuk mahasiswa-mahasiswanya.
Sampai
didalam Tae Yong menunggu di ruang tunggu sedangkan Park Jung Su mengurus hal
lainnya di bagian informasi. Merasa bosan Tae Yong memandang sekililing Rumah
Sakit itu. Ia menganggukkan kepalanya “Bersih” gumamnya masih sambil menatap
isi Rumah Sakit itu. Namun entah kenapa tiba-tiba ia merasakan sesak dan terasa
nyeri di dadanya. Tangan kanannya terus memijit dadanya. Ia terus mencoba untuk
bernapas namun terasa sangat menyakitkan. Tiba-tiba ia merasa pusing dan mulai
kehilangan kesadaran diri. Tae Yong hampir saja terjatuh jika tidak ada orang
yang langsung menopangnya.
“Gwaenchanayo?”
ujar seseorang yang memanganginya
***
Alice masih
terkagum-kagum saat matanya melihat suasana kampus dan juga Rumah sakit yang
ada disana. Ia masih berdiri didepan gedung berwarna putih itu. Matanya
memancarkan sinar kekaguman yang tidak bisa ia ucapkan dengan kata-kata.
“Alice ssi, ayo”
Kang Hani berjalan lebih dulu.
Alice mengangguk dan mengikuti langkah
Hani memasuki Rumah Sakit itu. Ia menatap sekeliling. Benar-benar berbeda,
suasana disini sangat berbeda dengan di tempatnya dulu. Kang Hani memintanya
untuk menunggu di deretan bangku pengunjung, sedangkan gadis itu berjalan
menuju bagian informasi.
Alice
memilih duduk dideretan bangku yang hanya sedikit orang disana. Matanya masih
memandang sekeliling mengagumi apapun yang dilihatnya. Namun keasikannya itu
terhenti ketika seseorang yang duduk disampingnya hampir terjatuh. Alice
cepat-cepat memegangi tubuh orang itu.
“Gwaenchanayo?” ujarnya panik.
Tae Yong yang masih memiliki sedikit
kesadaran menatap gadis yang sedang menopang tubuhnya kini. Ia masih berusaha
untuk bernapas dengan normal dan perlahan demi perlahan rasa sakit di dadanya
mulai berkurang.
“Gomapsumnida”
ucapnya pelan namun masih bisa didengar oleh gadis itu.
“Apa
kau sudah merasa baikkan?” tanya gadis itu lagi
Tae Yong mengangguk. Walau wajahnya masih
terlihat pucat namun keringat dingin yang mengalir ditubuhnya sudah mulai
menghilang. Ia kembali duduk seperti semula dan tersenyum pada gadis itu.
Alice
sempat merasa khawatir saat pemuda yang duduk disampingnya itu tiba-tiba saja
terjatuh di sampingnya. Apalagi saat ia melihat raut wajah pemuda itu, begitu
pucat seakan-akan ia kekurangan oksigen dalam tubuhnya. Alice juga tak lupa
membalas senyum pemuda itu. Merasa orang yang duduk disampingnya itu sudah
tidak apa-apa, Alice kembali melihat sekeliling tempat itu dan mencari sosok
temannya yang dari tadi tak kunjung kembali.
Tae
Yong masih mengatur napasnya ketika Park Jung Su memegang pundaknya “Tae Yong
a, kau kenapa?” ujar menagernya itu dengan nada khawatir
“Hyeong”
“Kenapa
wajah mu pucat sekali” ucap Jung Su lagi sambil duduk disamping artisnya itu.
Tae
Yong tidak menjawab dan malah mengganti topik pembicaraan “Bagaimana Hyeong, apa kita bisa bertemu dokter itu
sekarang?”
Jung
Su mengangguk “Ya. Dokter Choi sudah menunggu kita. Ayo” Park Jung Su bangkit
dari duduknya dan hal yang sama juga dilakukan oleh Tae Yong. Mereka berjalan
menuju lift, namun untuk sesaat Tae Yong menghentikan langkahnya dan menolehkan
wajahnya kearah bangku pengunjung. Matanya tengah mencari sosok gadis yang tadi
sempat menolongnya. Tidak ada. Gadis itu tidak ia temukan, ada sedikit rasa
kecewa di hatinya, namun hal itu langsung di tepisnya dan ia kembali melangkah
ke arah lift.
Chapter 4
Alice
menatap sekeliling dan mencari dimana Kang Hani berada. Matanya seketika
memicing saat orang yang dicari ditemukannya. Alice bangkit dari duduknya dan
berjalan menghampiri Hani yang masih berurusan dengan bagian informasi rumah
sakit tersebut. Ia bangkit dari duduknya ketika seorang pria yang usianya lebih
tua darinya menghampiri pemuda yang duduk disampingnya tadi.
“Hani
ssi, apa ada masalah?” Alice telah
berdiri disamping Hani yang masih bertanya ini itu pada perawat yang ada
disana.
Hani seperti tidak mendengar pertanyaan dari
Alice, ia masih sibuk bertanya ini itu dengan perawat yang ada dibagian
informasi. “Ayolah Nana ssi, ini
sangat penting sekali. Aku harus bertemu dengan dokter Choi” ujarnya sambil
memelas pada perawat disana agar dapat bertemu dengan dosen nya.
“Hani
ssi, Mianhae, tapi saat ini kau tidak bisa bertemu dengan dokter Choi.
Jadwalnya sangat padat hari ini” ucap perawat yang bernama Kim Nana yang tak
lain adalah sahabat Hani yang sudah bekerja sangat lama dirumah sakit itu.
“Bagaimana kalau besok saja. Besok jadwal dokter Choi tidak begitu padat. Aku
akan membuatkan untuk mu janji dengannya” ujarnya lagi.
Hani
menghela napas “Baiklah!” ucapnya tidak semangat. Mau tidak mau ia harus
menyetujui usul itu demi tugas dan nilainya. Seandainya saja dokter Choi tidak
memberinya nilai D, pastilah saat ini ia tidak perlu pusing memikirkan
perbaikan nilainya. Ia membalik badannya dan berjalan gontai seakan tidak
bersemangat. Alice masih tertegun melihat ekspresi wajah sahabatnya itu. Ia
kembali berjalan mengejar sahabat barunya itu.
Tidak
ada yang bicara. Mereka berdua diam dalam pikiran masing-masing. Merasa bosan
dengan kesunyian Alice membuka suaranya “Hani ssi, ada apa? Kau terlihat tidak bersemangat”.
Hani
berhenti berjalan dan memandang Alice, kemudian ia menjatuhkan kepalanya diatas
pundak gadis itu “Alice ssi, aku benar-benar stress saat ini” ujarnya
Alice yang masih tidak mengerti, tidak
tahu harus berkata apa. Ia juga tidak tahu masalah apa yang sedang dihadapi
oleh teman satu kamarnya ini. “memangnya ada masalah apa?” ujarnya bertanya.
Hani
mengangkat kepalanya dan menatap ke depan “Kau tahu, dari semua mata kuliah
yang ada, hanya satu saja yang tidak pernah aku bisa” ia diam sebentar dan
menghirup udara yang dingin hingga masuk kedalam paru-parunya. “dan itu adalah
pelajaran sistem saraf yang terdapat dalam tubuh manusia. Lebih parahnya lagi,
kau tahu..” ia menatap Alice dengan mata penuh emosi “ dosennya itu adalah
dokter Choi. Dosen yang paling sadis di sini” lanjutnya lagi dengan penuh emosi
dan kemudian kembali murung.
Alice
mengangguk mengerti dengan apa yang saat ini dialami oleh temannya itu.
Dilema..benar gadis itu sedang dilema akan nilainya. Dulu di kampusnya yang ada
di Jakarta, ia juga sempat mengalami hal serupa yang dialami Hani saat ini,
namun tidak berlangsung lama, karena ia punya tekad kuat untuk belajar dan
akhirnya ia malah jadi orang pertama yang mendapatkan nilai sempurna. Ya jika
kita berusaha keras sesulit apapun rintangan yang menghadang pasti bisa dilalui
juga kan.
“Seandainya
Ana Eonni masih ada” Gumam Hani pelan
dan kembali berjalan menuju mobilnya yang terparkir dihalam rumah sakit itu.
Alice meoleh saat Hani mengucapkan nama kakaknya ‘Ana’, ia jadi teringat
kembali hari-hari bersama kakaknya. Kakak yang selalu ada untuknya, menemaninya
belajar bahkan sampai memarahinya jika nilai ujiannya jelek. Benar seandainya
kak Ana masih ada. Alice tersenyum pahit
saat mengatakan kata ‘Seandainya’, apa yang akan terjadi jika ‘seandainya’
kakaknya masih ada disini. Ia langsung menggeleng pelan. Benar, ia tidak boleh
berandai-andai karena saat ini adalah nyata. Hidupnya saat inilah yang harus
dipikirkannya. Kemudian ia berlari kearah Hani yang sudah sampai ditempat
mobilnya. Gadis itu menghidupkan mesin mobilnya sedangkan Alice duduk sambil
memasang sabuk pengaman dan kemudian mobil itu melaju dengan kecepatan sedang.
***
Dokter
Choi menghela napasnya saat melihat scan jantung yang dilakukan oleh Tae Yong.
Ia memeriksa dengan seksama apakah terjadi kelainan pada jantung baru artis
muda itu. Selesai melihat hasil scan, ia melepas kacamatanya dan menatap kearah
dua orang pemuda yang sudah duduk dihadapannya.
“Dari
hasil pemeriksaan ini, tidak ada kelainan pada jantung baru yang anda miliki.
Namun kita tetap harus selalu memantau keadaan anda. Karena itu saya minta
setiap dua minggu sekali anda melakukan chek up” ujar Dokter yang telah berumur
itu.
“Lalu
apa penjelasan tentang jantung ku yang sering berdetak tidak normal? Dan Apa
aku harus datang kerumah sakit ini. Tidak bisa dirumah saja pemeriksaannya?”
ujar Tae Yong sedikit tidak sopan. Jung Su menyikut pemuda itu dan Tae Yong
hanya menatap managernya itu dengan pandangan ‘apa aku salah’ begitulah.
Jung
Su mengalihkan pandangannya kearah dokter Choi yang ada dihadapannya “dokter
Choi, tolong jangan diambil hati dengan sikap anak ini” ujar Jung Su meminta
maaf “dan apa memang tidak bisa dilakukan dirumah saja?oh bukan apa-apa, tapi
jadwalnya sangat padat sekali, kemungkinan tidak bisa datang kerumah sakit”
ucapnya lagi.
Dokter
Choi memandang kedua pemuda yang duduk dihadapannya ini, ia sudah sering
mendapatkan pasien yang seperti ini bahkan ada yang lebih parah lagi. Jadi ia
bisa memaklumi semuanya.
“Jantung
anda sering berdetak tidak normal penyebabnya adalah karena terlalu lelah.
Tubuh anda terlalu lelah sehingga membuat jantung anda harus berkerja lebih
dari yang biasanya”
“
Sedangkan untuk pemeriksaan tetap harus dilakukan di rumah sakit, karena Cuma
dirumah sakit peralatan yang dibutuhkan lengkap. Sedangkan untuk menjaga
kondisi tubuh dan jantungnya bisa dilakukan dirumah saja. Setiap tiga hari
sekali saya akan datang untuk memeriksa kesehatannya” dokter Choi menatap Jung
Su kemudian beralih menatap Tae Yong.
“Baikalah
seperti itu saja, kalau begitu kami permisi dulu” Park Jung Su berdiri dan di
ikuti pula oleh Tae Yong, kemudian mereka menjabat tangan Dokter Choi dan
berlalu pergi dari ruangan itu.
Diluar
Jung Su kembali dengan kebiasaan lamanya mengomeli artisnya itu “Yaa,
Tae Yong a, tidak bisakah kau
bersikap lebih sopan sedikit saja?” ucapnya sambil terus berjalan disamping Tae
Yong.
Tae
Yong menyentuh kupingnya yang entah kenapa tiba-tiba terasa geli, ia hanya
mendengarkan ocehan Jung Su yang sudah sangat dihapalnya. Jung Su masih
mengomel dan kemudian ia berhenti “Sudah selesai?” tanya Tae Yong “Kalau begitu
ayo kita pergi” ia berjalan lebih dulu keluar dari rumah sakit itu dan Jung Su
mengikutinya dari belakang. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala saja melihat
sikap Tae Yong ini. Entah kapan pemuda itu akan bersikap lebih dewasa.
Chapter 5
“Apa?!”
jeritnya sehingga orang-orang yang ada disana menatapnya heran. Alice masih
berdiri dihadapan dokter tua itu dengan wajah tidak percaya. Ia berpikir dokter
sekaligus dosennya itu pasti salah memilih orang atau memang salah orang.
“Iya,
aku minta kau menjadi dokter yang menjaga pemuda ini” ujar dokter Choi sambil
memperlihatkan berkas kesehatan Tae Yong.
“Tapi”
“Tidak
ada tapi, ini juga akan menjadi nilai ujian untuk mu” sela dokter Choi sambil
memberikan peringatan tegas. Alice masih tertegun tidak percaya, ternyata benar
yang dikatakan Hani, dokter Choi benar-benar dosen paling sadis yang ada di
kampus ini. Padahal baru dua hari bertemu dan diajar olehnya, kini gadis itu
malah harus menggantikan tugas dokter Choi dengan ancaman tugas ini akan
menjadi nilai ujiannya. Hh! Benar-benar sulit dipercaya. Alice masih
terbengong-bengong saat dokter Choi berjalan meninggalkannya sendirian di depan
pintu kelas. Di tangannya masih ada berkas-berkas kesehatan Tae Yong dan juga
alamat rumah pemuda itu.
Alice
tersadar dari lamunan saat seseorang telah menyentuh lengannya “Ada apa?” tanya
orang itu. Alice menoleh ke samping dan melihat Hani sudah ada disampingnya dan
merangkul tangannya.
“Ini”
ucapnya sambil memperlihatkan sebuah amplop coklat yang berisi data-data pasien
yang akan ia tangani nanti, dengan terpaksa tentunya. Hani mengarahkan
pandangannya kearah amplop itu “Apa ini?”
“Dokter
Choi memintaku menggantikannya untuk menjaga pasien ini. Dan lebih parah lagi
aku harus memantau keadaannya selama dua puluh empat jam. Yang benar saja!”
Alice memperlihatkan isi amplop itu kepada Hani dan seketika mata Hani
terbelalak saat melihat foto dan juga nama yang ada di amplop itu.
“Ini..”
ucapnya sambil melihat dengan lebih jelas lagi. Alice tidak mengerti kenapa
ekpresi temannya itu seperti itu. Apa gadis itu mengenal orang yang ada di foto
ini.
“Wah,
kau beruntung sekali Alice ssi”
ucapnya akhirnya setelah sepersekian detik terbelalak dan tidak percaya pada
penglihatannya.
Alice
mengerutkan dahinya tidak mengerti. Apanya yang beruntung, bukankah ini berarti
nasipnya sial dan lagi nilainya dipertaruhkan disini. Beruntung dari mananya!.
Benar-benar aneh temannya ini. “Beruntung dari mananya?” tanya Alice masih
tidak mengerti.
“Ini”
tunjuk Hani pada foto itu, dan setelah itu ia ingat Alice pasti tidak mengenal
orang ini “Ah benar! Kau mungkin tidak mengenalnya. Dia ini adalah artis muda
yang sedang naik daun saat ini” lanjut Hani.
“Jinjja yo”
ujarnya menatap kembali wajah yang ada di foto itu. Ah, itulah salah satu
kelemahan Alice. Ia tidak mengenal artis-artis luar. Ia dulu memang suka dengan
negara ginseng itu, itu juga karena kakaknya kuliah disana dan saat ini ia juga
jarang sekali menonton drama-drama korea, jangankan drama korea, berita
ditelevisi saja jarang didengarnya. Ia terlalu sibuk dengan urusan kampus.
“Mm..”
angguk Hani membenarkan. “lalu, kapan kau mulai bertugas?”
“Choi
songsaenim
menyuruhku mulai hari ini” ucap Alice tidak bersemangat.
Alice dan Hani
berjalan keluar. Gadis itu menghela napas, uap putih keluar dari mulutnya.
“Sepertinya aku harus pergi sekarang. Pertama aku harus mencari alamat rumah
ini kan” ujarnya sambil melihat kertas kecil bertuliskan alamat rumah Tae Yong.
“Apa, aku perlu
menemanimu?” tanya Hani
Alice menggeleng
“tidak usah, bukankah kau masih ada pelajaran lain. Aku bisa pergi sendiri”
jawab Alice yang telah terlihat pasrah pada nasibnya.
“Baiklah. Aku pergi
dulu kalau begitu” Hani melihat arloji ditangannya “Aku tidak boleh telat lagi,
bisa-bisa nilaiku dikurangi lagi” ucapnya lagi. Ia menoleh ke arah Alice dan
kembali berjalan menuju kelasnya.
Alice berjalan
menuju halte bus. Udara dingin begitu menusuk tulangnya. Sesekali ia
mondar-mandir didepan halte agar tubuhnya tidak begitu merasa dingin. Ia tidak
habis pikir, tega sekali dosennya itu menyuruhnya si ‘orang baru’ yang tidak
begitu kenal dengan daerah itu harus mencari-cari rumah aktor muda yang menjadi
pasiennya ini. Bus yang ditunggu datang, Alice langsung naik dan mencari tempat
duduk di tepi jendela.
***
“Hyeong, kau sudah datang”
Park
Jung Su tersenyum pada laki-laki bertubuh tinggi yang membuka pintu, lalu
melangkah masuk kerumah yang telah sering didatanginya “dokter Choi belum
datang” tanya Jung Su yang sudah duduk di sofa ruang tamu rumah itu.
Tae
Yong mengikuti langkah Jung Su dan duduk di sofa dihadapan Jung Su, kepalanya
menggeleng “belum” ujarnya “Mungkin tidak jadi” lanjutnya lagi.
Park
Jung Su memperhatikan temannya menghempaskan diri diatas sofa. Ia melihat sikap
Tae Yong sama seperti biasanya, tidak peduli. Sedangkan dirinya merasa khawatir
dengan kondisi artisnya itu. “Mungkin sebentar lagi” ucapnya.
Tae
Yong hanya mengerdikkan bahunya, ia tidak begitu yakin. Dari pagi ia sudah
menunggu dokter Choi datang untuk memeriksanya dan kebetulan sekali hari ini ia
tidak berencana untuk pergi kemana-mana. Namun hingga jarum jam menunjukkan
pukul sebelas siang ini, dokter itu belum juga muncul.
Saat
Jung Su hendak berkata lagi, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia menjawab telpon
dari nomor yang tidak dikenalnya itu.
“Yeobosaeo”
jawabnya “Ah, Choi songsaenim”
lanjutnya lagi. Mereka bicara cukup lama dan sesekali Jung Su mengatakan ‘tidak
apa-apa’ dan setelah itu ia memutuskan sambungan telepon.
Tae
Yong memperhatikan managernya itu dengan serius “Apa katanya?” tanya laki-laki
itu.
“Katanya
hari ini dia tidak bisa datang”
“Nah
benarkan kataku hyeong” sela Tae Yong
“Kau
jangan senang dulu, aku belum selesai bicara. Dokter Choi memang tidak bisa
datang tapi dia sudah menyuruh orang menggantikannya. Mungkin sebentar lagi
sampai” ujar Jung Su. Dan selagi mereka bicara, terdengar bel pintu berbunyi.
Tae Yong berdiri dari duduknya dan berjalan menuju pintu.
***
Alice
benar-benar tidak mengerti kenapa hari ini ia sial sekali. Sudah tadi di kampus
ia harus menjalani tes ini itu untuk menguji kemampuannya, ditambah lagi
sekarang ia harus menggantikan dosennya untuk merawat pasien dan itu harus
selama dua puluh empat jam. Sekarang ia berdiri di depan pintu rumah besar
bercat putih. Dokter Choi menyuruhnya datang kerumah pasiennya itu. Alice
jengkel. Bukankah seharusnya pasienlah yang datang kerumah sakit bila memang
ingin dirinya sembuh. Alice menunggu pemilik rumah membukakan pintu, tubuhnya
menggigil kedinginan, hidungnya memerah, mungkin bila ada yang melihat mereka
akan mengatakan hidung gadis itu sudah seperti tomat. Salju semakin turun lebat
saja dan pemilik rumah masih belum membukakan pintu.
Pintu
terbuka dan Alice mengenali wajah pria yang membukakan pintu itu. Ia pria yang
ada didalam foto yang diberikan oleh dokter Choi. Walaupun agak sulit, Alice
memaksakan seulas senyum sopan. Pipinya terasa kaku, mungkin karena ia terlalu
lama berada diudara dingin. Tapi ia berharap senyumnya terlihat normal.
“Apa
kabar, Saya Alice yang ditugaskan dokter Choi menggantikan tugasnya merawat
anda” Alice mengulurkan tangannya yang memegang kertas kecil.
“Oh,
masuklah” kata pria itu tanpa menjabat tangan Alice. Gadis itu memasukkan
kembali tangannya kedalam saku mantelnya. Sebenarnya ia agak sedikit
tersinggung dengan sikap pria itu, tapi ya sudahlah ini juga demi nilainya.
Alice
melangkah masuk kedalam rumah itu. Ia mengikuti langkah pria itu menuju ruang
tamu. Di sofa panjang ruang tamu itu Alice melihat ada lagi seorang pria yang
tidak kalah tampan dari pria yang membukakan pintu tadi, ia bisa melihat pria
yang satu itu lebih dewasa dari pria yang membukakan pintu untuknya.
Alice
kembali membungkukkan badannya menyapa pria itu “Apa kabar” ucapnya.
“Oh,
apa kau orang yang menggantikan dokter Choi? Apa kabar, saya Park Jung Su” Jung
Su mengulurkan tangannya dan uluran tangan itu disambut hangat oleh Alice,
setidaknya masih ada orang yang sopan dirumah ini.
“Ayo
silahkan duduk” kata Jung Su sopan. Alice duduk di sofa kecil, kedua pria itu
duduk dihadapannya.
Tae
Yong dan Jung Su kini menatap gadis yang duduk dihadapan mereka dengan seksama.
“Kau pasti bukan orang Korea?” tanya Tae Yong masih dengan memperhatikan gadis
itu. Ia bertanya seperti itu karena gadis itu berbeda dari gadis korea yang
sering dilihatnya. Kulit gadis itu tidak putih melainkan kuning langsat,
hidungnya mancung dan matanya bulat. Rambutnya pendek sebahu berwarna hitam
pekat.
“Benar,
saya memang bukan orang Korea” jawab gadis itu dengan senyum yang masih dipaksakan.
“
Maaf sebelumnya Alice ssi, aku ingin
bertanya. Apa kau mengenal temanku ini?” Jung Su bertanya sambil menunjuk
kearah Tae Yong. Mata Alice mengikuti kemana tangan Jung Su menunjuk. Alice
mengangguk “Ya, dia Kim Tae Yong kan, seorang aktor” ucapnya. Ya untung saja
tadi Hani mengatakan bahwa Kim Tae Yong ini seorang aktor muda yang sedang naik
daun, setidaknya ia jadi mengetahui bahwa pria yang kini duduk dihadapannya ini
adalah orang terkenal.
“Nah
karena kau sudah tahu, aku harap kami bisa mempercayaimu. Aku harap kau tidak
mengatakan apapun kepada orang lain atau bahkan pada wartawan” kata Jung Su
lagi. Ia harus menjaga artisnya ini, jangan sampai ada gosip-gosip tidak enak
yang akan memperburuk kariernya.
“
Soal itu, saya sangat mengerti. Jadi tidak usah khawatir” jawab Alice dengan
sangat meyakinkan. “Lalu, apa saya sudah bisa mulai memeriksa keadaan anda Kim
Tae Yong ssi?” matanya menatap pria
itu. Alice mengeluarkan semua peralatan yang dibutuhkan dan mulai memeriksa
keadaan Tae Yong. Ia mencatat dengan detail semuanya disebuah buku kecil yang
selalu dibawanya.
“Oh,
satu hal lagi” ucap Alice sambil membereskan peralatan yang dikeluarkannya
tadi. Park Jung Su dan Kim Tae Yong berpandangan, menunggu lanjutan kata-kata
gadis itu. “Saya akan datang setiap hari kesini. Itu yang diperintahkan oleh
dokter Choi pada saya, jadi saya harapkan kerjasamanya” lanjutnya
“Bukannya
tiga kali dalam seminggu saja? Waktu itu dokter choi mengatakan tiga kali dalam
seminggu” ucap Tae Yong protes. Jung Su mencoba menenangkan pemuda itu.
“Benar
Alice ssi, bukankah hanya tiga kali dalam seminggu saja, jadwal Tae Yong sangat
padat, jadi tidak mungkin kau akan datang setiap hari kesini” jelas Jung Su
Mata bulat gadis
itu masih menatap kedua orang pria yang ada dihadapanya. “Tae Yong ssi...Jung Su ssi” ucapnya sehingga kedua orang yang dipanggil menatapnya “Ini
juga bukan kemauanku. Tapi aku harap kalian juga bisa bekerja sama, ini juga
demi nilai kuliahku” lanjutnya seraya memohon.
“Jadi
kau baru calon dokter, bukan dokter” Tae Yong merasa tidak percaya “Apa-apaan
ini, nyawaku ada ditangan calon dokter” ucapnya meremehkan
Alice
merasa sedikit tersinggung dengan ucapan Tae Yong, gadis itu menggumamkan
sesuatu yang tidak didengar oleh kedua pria yang ada dihadapannya. Ia memang
baru calon dokter tapi ia juga tidak bodoh. Setidaknya ia punya keahlian yang
tidak dimiliki oleh yang lain.
Gadis itu menghela
napas, berusaha untuk tidak terlihat tersinggung “Benar, aku mahasiswa
pindahan, jadi tolonglah bekerja sama sedikit saja. Aku tidak akan menganggu
jadwal kalian. Aku akan datang kesini pagi-pagi sekali dan setiap ada waktu, aku
akan ikut dengan kalian”
Jung Su dan Tae
Yong kembali berpandangan. Apa gadis ini gila, bukan hanya setiap hari ia akan
datang , bahkan ia juga akan ikut dengan mereka.
“Kenapa? Apa aku
tidak boleh ikut dengan kalian. Yah, kalau memang tidak boleh, aku juga tidak
apa-apa. Tapi kalau terjadi sesuatu dengan mu jangan salahkan aku ya”
Masih belum ada
jawaban. Sebenarnya Alice juga tidak mau setiap hari harus mengikuti kedua
orang itu, ia juga punya pekerjaan sendiri dan ia juga harus kuliah. Tapi
gara-gara dokter Choi itu, ia jadi harus melakukan ini semua. Demi nilai begitu
yang selalu ia ucapkan dalam hati.
“Baiklah terserah
kau saja” ujar Tae Yong akhirnya.
Alice tersenyum
senang, dan tanpa disadari Tae Yong entah kenapa ia suka melihat senyum gadis
itu. Seakan-akan ia merindukan senyum itu.
“Lalu apa hari ini
kalian ada jadwal untuk pergi? Kalau tidak aku akan kembali kekampus” Alice melihat
jam tangannya, ia masih bisa hadir di satu mata kuliah lagi.
Tae Yong dan Jung
Su menggeleng bersamaan “Tidak” ucap mereka serempak.
Alice mengangguk “Baiklah,
kalau begitu aku permisi dulu. Besok aku akan datang lagi”
“Apa kau mau aku
antar? Bukankah kampus mu dari sini jauh sekali” tanya Jung Su sopan. Alice
menggeleng “Tidak usah, aku naik bus saja” katanya sambil menenteng kembali tas
berisi peralatan medis nya.
“Kau yakin!” kini
Tae Yong yang bertanya.
Alice mengangguk,
namun seketika anggukannya berhenti ketika ia ingat lagi kalau diluar salju
sedang turun, sedangkan halte bus cukup jauh dari rumah itu dan ia harus
berjalan kesana. “Tapi kalau tidak keberatan antarkan aku ke halte bus saja”
ucapnya setelah berpikir cukup lama.
Kedua pria itu mengulum
senyum. Mereka tahu gadis itu pasti akan berpikir ulang, karena saat ia datang
tadi gadis itu terlihat kedinginan dan salju juga semakin lebat turun.