Senin, 22 Oktober 2012

Rendang Makanan Khas Orang Minang





        

Siapa yang tidak kenal dengan Rendang, yak semua orang pasti mengenal makanan ini. Makanan dengan citra rasa pedas ini digemari oleh seluruh kalangan masyarakat, dan dapat ditemukan di seluruh Rumah makan Padang di Indonesia, Malaysia ataupun di Negara lainnya. Untuk lebih tahu lagi tentang masakan khas daerah saya ini mari kita lihat sejarahnya terlebih dahulu.




Sejarah Rendang

            Asal-usul rendang ditelusuri berasal dari Sumatera, khususnya Minangkabau. Bagi masyarakat Minang, rendang sudah ada sejak dahulu dan telah menjadi masakan tradisi yang dihidangkan dalam berbagai acara adat dan hidangan keseharian. Sebagai masakan tradisi, rendang diduga telah lahir sejak orang Minang menggelar acara adat pertamanya. Kemudian seni memasak ini berkembang ke kawasan serantau berbudaya Melayu lainnya; mulai dari Mandailing, Riau, Jambi, hingga ke negeri seberang di Negeri Sembilan yang banyak dihuni perantau asal Minangkabau. Karena itulah rendang dikenal luas baik di Sumatera dan Semenanjung Malaya.
          Sejarawan Universitas Andalas Prof. Gusti Asnan menduga, rendang telah menjadi masakan yang tersebar luas sejak orang Minang mulai merantau dan berlayar ke Malaka untuk berdagang pada awal abad ke-16. “Karena perjalanan melewati sungai dan memakan waktu lama, rendang mungkin menjadi pilihan tepat saat itu sebagai bekal.” Hal ini karena rendang kering sangat awet, tahan disimpan hingga berbulan lamanya, sehingga tepat dijadikan bekal kala merantau atau dalam perjalanan niaga.
Rendang juga disebut dalam kesusastraan Melayu klasik seperti Hikayat Amir Hamzah yang membuktikan bahwa rendang sudah dikenal dalam seni masakan Melayu sejak 1550-an (pertengahan abad ke-16).



       Rendang kian termahsyur dan tersebar luas jauh melampaui wilayah aslinya berkat budaya merantau suku Minangkabau. Orang Minang yang pergi merantau selain bekerja sebagai pegawai atau berniaga, banyak di antara mereka berwirausaha membuka Rumah Makan Padang di seantero Nusantara, bahkan meluas ke negara tetangga hingga Eropa dan Amerika. Rumah makan inilah yang memperkenalkan rendang serta hidangan Minangkabau lainnya secara meluas



Makna budaya
         Selain enak dimakan, Rendang juga memuliki makna budaya tersendiri. Rendang memiliki posisi terhormat dalam budaya masyarakat Minangkabau. Rendang memiliki filosofi tersendiri bagi masyarakat Minang Sumatera Barat, yaitu musyawarah dan mufakat, yang berangkat dari empat bahan pokok yang melambangkan keutuhan masyarakat Minang, yaitu:


1.      Dagiang (daging sapi), sebagai bahan utama, pelambang Niniak Mamak dan Bundo kanduang yang akan memberi kemakmuran pada anak kemenakan dan anak pisang.

2.      Karambia (kelapa), merupakan lambang Cadiak Pandai (Kaum Intelektual), yang akan merekat kebersamaan kelompok dan individu.

3.      Lado (sambal), merupakan lambang Alim Ulama yang pedas, tegas untuk mengajarkan syarak (agama).

4.      Pamasak (Bumbu), peran fungsional setiap individu dalam kehidupan berkelompok dan merupakan unsur yang penting dalam hidup kebersamaan masyarakat Minang.



Dalam tradisi Minangkabau, rendang adalah hidangan yang wajib disajikan dalam setiap perhelatan istimewa, seperti berbagai upacara adat Minangkabau, kenduri, atau menyambut tamu kehormatan.
Dalam tradisi Melayu, baik di Riau, Jambi, Medan atau Semenanjung Malaya, rendang adalah hidangan istimewa yang dihidangkan dalam kenduri khitanan, ulang tahun, pernikahan, barzanji, atau perhelatan keagamaan, seperti Idul Fitri dan Idul Qurban.

Kandungan Bahan dan Cara Memasak Rendang
 
           Rendang adalah masakan yang mengandung bumbu rempah yang kaya. Selain bahan dasar daging, rendang menggunakan santan kelapa (karambia), dan campuran dari berbagai bumbu khas yang dihaluskan di antaranya cabai (lado), serai, lengkuas, kunyit, jahe, bawang putih, bawang merah dan aneka bumbu lainnya yang biasanya disebut sebagai pemasak. Keunikan rendang adalah penggunaan bumbu-bumbu alami, yang bersifat antiseptik dan membunuh bakteri patogen sehingga bersifat sebagai bahan pengawet alami. Bawang putih, bawang merah, jahe, dan lengkuas diketahui memiliki aktivitas antimikroba yang kuat.[2] Tidak mengherankan jika rendang dapat disimpan satu minggu hingga empat minggu.
Proses memasak rendang asli dapat menghabiskan waktu berjam-jam (biasanya sekitar empat jam), karena itulah memasak rendang memerlukan waktu dan kesabaran.[3] Potongan daging dimasak bersama bumbu dan santan dalam panas api yang tepat, diaduk pelan-pelan hingga santan dan bumbu terserap daging.[4] Setelah mendidih, apinya dikecilkan dan terus diaduk hingga santan mengental dan menjadi kering. Memasak rendang harus sabar dan telaten ditunggui, senantiasa dengan hati-hati dibolak-balik agar santan mengering dan bumbu terserap sempurna, tanpa menghanguskan atau menghancurkan daging. Proses memasak ini dikenal dalam seni kuliner modern dengan istilah 'karamelisasi'. Karena menggunakan banyak jenis bumbu, rendang dikenal memiliki citarasa yang kompleks dan unik.

Kandungan Gizi dalam Rendang 


    Selain rasanya cocok bagi hampir semua lidah, makanan yang kaya dengan berbagai rasa dan aroma bumbu ini mengandung protein, mineral, dan vitamin yang tinggi. Proses pemasakan daging menjadi rendang tidak terlalu banyak berpengaruh terhadap kadar protein serta beberapa jenis vitamin dan mineral. Beberpa vitamin dan mineral justru meningkat akibat pemakaian rempah-rempah yang cukup berarti. Mari kita jabarkan satu-satu gizi yang terkandung dalam Rendang ini.

1.      Protein

   Protein merupakan komponen kimia terpenting yang terdapat didalam rendang. Kandungan protein pada rendang lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat pada daging kornet dan abon, yaitu masing-masing 23, 16 dan 18 persen.

   Protein sangat dibutuhkan untuk proses pertumbuhan, perkembangan, dan pemeliharaan kesehatan tubuh yang optimal. Protein daging lebih mudah dicerna dibandingkan dengan protein yang bersumber dari bahan nabati. Nilai protein daging yang tinggi disebabkan oleh kandungan asam-asam amino esensialnya yang lengkap dan seimbang. Asam amino esensial merupakan pembangun protein tubuh yang harus berasal dari makanan (tidak dapat dibentuk dalam tubuh).

2.    Rendang juga mengandung energi sebesar 193 kkal/100 g. Lebuh rendah dibandingkan dengan daging kornet dan abon. Rendang memiliki kadar lemak lebih rendah daripada kornet dan abon. Sebagian besar lemak pada rendang berasal dari santan yang digunakan dalam pemasakan.

3.   Rendang kaya akan mineral kalsium, fosfor, dan besi, yaitu masing-masing 474, 211, dan 14,9 mg per 100 gram, lebih tinggi dibandingkan dengan kornet dan abon.

4.   Rendang juga mengandung sejumlah vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, niasin, dan asam pantotenat, yang sangat diperlukan untuk kesehatan tubuh.



    Dari uraian diatas dapat kita lihat ternyata Rendang memiliki banyak vitamin, protein dan mineral yang bermanfaat bagi pertumbuhan dan juga kesahatan tubuh. Selain itu pada tahun 2011 lalu, rendang juga dinobatkan sebagai hidangan peringkat pertama dalam daftar World’s 50 Most Delicious Foods (50 hidangan terlezat dunia) yang digelar oleh CNN International.















      



Jumat, 12 Oktober 2012

Heart part 1



Chapter 1
Gadis itu menatap secarik kertas yang ada di tangannya “Jakarta - Seoul” berulang kali ia mengucapkkan kata itu. Mata bulatnya masih terus memandangi suasana sekitar, ya Bandara International Soekarno-Hatta masih terlihat sama, ramai oleh pengunjung yang hendak pergi keluar Negeri entah itu untuk urusan bisnis atau hanya sekedar jalan-jalan menghabiskan uang. Ia masih duduk termenung menunggu saatnya tiba waktu keberangkatannya menuju negeri ginseng yang dulu memang sempat di idam-idamkannya. Pikirannya melayang saat ia menerima sebuah amplop yang isinya akan mengubah seluruh hari-harinya atau bahkan hidupnya. Ia tidak pernah menyangka akan mendapatkan beasiswa untuk kuliah kedokteran di Korea University yang lokasinya terletak di Seoul. Saat ia memberitahukan kabar gembira  itu, betapa senang Ayah dan Ibunya.
Dua hari yang lalu menjadi hari yang ingar-bingar dengan acara keberangkatannya. Ibunya begitu sibuk menyiapkan segala hal yang ia butuhkan nanti saat berada di negeri asing itu. Sedangkan ayahnya sibuk menelpon sanak saudara jauh mengabarkan akan kabar gembira itu. Begitu banyak uang yang dikeluarkan orang tuanya untuk membeli segala yang dibutuhkannya selama di Seoul nanti. Melihat apa yang telah diberikan oleh Ayah dan Ibunya membuat hati gadis itu sedih. Ketika matanya mulai menitikkan air mata, Ibunya memeluk dan berkata “ Gak usah sedih, kamu bisa mengganti ini semua dengan keberhasilan yang akan kamu raih disana”. Betapa besar kepercayaan yang mereka berikan.
Alice atau lebih tepatnya Alicia Putri dan lebih sering dipanggil Alice oleh teman-temannya menggigil membayangkan besarnya harapan kedua orang tua yang ia pikul. Ia adalah satu-satunya harapan bagi kedua orang tuanya. Terlahir dari keluarga sederhana dan hanya memiliki seorang kakak perempuan yang kini sudah tidak ada lagi diantara mereka bukanlah hal yang mudah. Menjadi anak tunggal sangatlah sulit karena segala harapan orang tua akan menjadi tanggung jawabnya. Namun alice cukup beruntung karena memiliki otak cerdas dan pandai bergaul, hal itu membuatnya mudah mewujudkan satu demi satu impian orang tuanya. Dan ini juga pasti merupakan harapan Kakaknya yang kini telah berada dialam lain.
Gadis itu kembali tersadar dari lamunan panjangnya ketika terdengar pengumuman bahwa pesawat yang akan ia tumpangi telah tiba dan sudah saatnya ia untuk bersiap-siap naik. Gadis itu berjalan dengan tergesa-gesa sambil menarik koper kecilnya dan menaiki pesawat. Matanya seketika terbelalak saat pramugari menunjukkan dimana ia harus duduk “First class” ujarnya pelan sambil menelan ludah. Ia benar-benar tidak tahu kalau tiket yang dibelikan oleh paman dan bibinya itu adalah ‘First class’, mereka pasti mengeluarkan banyak uang untuk tiket pesawat ini, pikirnya.
***
“Tae Yong ssi, bagaimana kesan anda terhadap fans-fans anda yang ada disini?” salah seorang wartawan majalah asia mulai menjalankan tugasnya sambil berdesak-desakkan dengan wartawan-wartawan lainnya. Kim Tae Yong hanya memberikan senyuman hangat dan bersahabat serta berkata “ saya sangat senang bisa bertemu dengan fans-fans saya disini”.
“Tae Yong ssi, apa kesan-kesan anda setelah beberapa hari berada di Indonesia?” ujar wartawan lainnya. “Tae Yong ssi...Tae Yong ssi” hampir seluruh wartawan itu mengerumuninya seperti segerombol semut mengerumuni gula. Untung saja manajernya, Park jung Su begitu sigap mengatasi situasi seperti ini. Laki-laki satu ini langsung mengamankan Tae Yong dari cengkraman para wartawan itu. Dengan bersusah payah akhirnya mereka bisa kembali menghirup udara segar setelah beberapa menit yang lalu selalu dikerubungi oleh wartawan-wartawan majalah itu.
Komawoyo [1], kalau tidak ada Hyeong[2] pasti aku sudah kewalahan menghadapi mereka” ucap Tae Yong tulus.
Park Jung Su menggoyangkan jari telunjuknya ke kiri dan ke kanan “Tidak..tidak..tidak, kau tidak perlu berterima kasih, ini adalah bagian dari tugasku” ucapnya dengan nada bangga.
“Nah, ayo kita juga harus buru-buru” Park Jung Su melihat jam tangannya dan berjalan dengan cepat. Langkahnya diikuti pula oleh Kim Tae Yong. Mereka berjalan dengan cepat dan memasuki sebuah pesawat yang akan terbang menuju seoul.
Kim Tae Yong ternyata cukup terkenal bahkan sampai pramugari pesawat itu pun mengenalinya. Hampir semua orang didalam pesawat itu berbisik membicarakannya. Namun bukan hanya Kim Tae Yong saja ternyata yang dapat menyita perhatian wanita-wanita yang ada di dalam pesawat itu, Park Jung Su sang manager pun ternyata juga memikat hati para wanita. Dua pemuda itu sama-sama memiliki wajah tampan namun sifat dan kepribadian mereka sangatlah berbeda. Kim Tae Yong, berwajah manis, lembut dan baik hati, namun terkadang ia juga bisa menjadi egois seperti halnya anak-anak yang bila menginginkan sesuatu harus didapatkan. Sedangkan Park Jung Su, berwajah tampan, tegas, berwibawa,dan bersikap lebih dewasa, ia juga terkadang ditakuti oleh bawahannya, namun Park Jung Su adalah tipe seorang kakak yang sayang pada adiknya.
Hyeong, apa benar penyelamatku itu berasal dari sini?” Tae Yong melepas kacamatanya sambil duduk di bangku penumpang. Wajahnya terlihat sendu saat mengatakan itu.
Geuraeyo[3] , itulah yang dikatakan oleh orang-orang dirumah sakit tempat kau dirawat dulu. Wae yo[4]?
Aniyo[5], hanya saja saat berada di negara ini, jantung ku terasa begitu tenang” ujar Tae Yong sambil tangannya memegang dadanya. Matanya kini menerawang, pikirannya tengah berlari ke masa lalu, ke masa tiga tahun lalu. Saat itu ia sedang mengendari mobil pribadinya hendak pergi ke acara realty show yang akan dibintanginya. Namun belum sampai ia ketempat tersebut tiba-tiba saja ia merasa jantungnya terasa seperti ditusuk-tusuk dan tak lama setelah itu ia pingsan tidak sadarkan diri. Cukup lama ia tidak sadarkan diri dan di hari itu pula terjadi sebuah kecelakaan yang menewaskan satu orang. Pada hari itu pula ia mendapatkan sebuah donor jantung yang cocok dengan jantungnya. Ia amat berterimakasih kepada orang yang tewas saat kecelakaan itu terjadi.
“Tae Yong a, Kim Tae Yong..” sudah beberapakali Park Jung Su memanggil artisnya itu. Namun orang yang di panggil seperti nya tengah asik dengan lamunannya sendiri. Merasa tidak didengar, ia guncang sedikit lengan pemuda yang duduk disampingnya itu.
Kim Tae Yong terkejut saat seseorang menyentuh lengannya. Ia langsung tersadar dari lamunan panjangnya dan berkata dengan tergagap “Ne[6] ?” Sambil menatap orang yang dari tadi sudah memanggilnya. Park Jung Su hanya menatap dengan pandangan aneh pada pemuda itu.
“Apa Hyeong memanggil ku?”
“Iya, tapi apa yang sedang kau pikirkan tadi?”
Tae Yong hanya menjawabnya dengan gelengan dan tersenyum “ lalu apa yang ingin Hyeong katakan pada ku?” ujarnya mengganti topik pembicaraan.
Park Jung Su berpikir sejenak, apakah ia harus memberitahukan pada Tae Yong tentang apa yang di lihat dan diketahuinya. Tapi ia sedikit ragu untuk mengatakan itu, apalagi kondisi Tae Yong sudah seperti biasanya, ia takut bila mengatakannya Tae Yong akan kembali pada kondisinya yang dahulu. Cukup lama ia berpikir dan akhirnya ia hanya menggeleng “tidak..tidak ada, tadi aku hanya ingin menawarimu minuman”.
“Apa kau mau minum?” ulang Park Jung Su
Tae Yong menggelengkan kepalanya “Aku tidak haus dan aku sangat lelah. Aku tidur saja”
“Baiklah, tidurlah. Nanti akan aku bangunkan bila sudah sampai”
Jung Su tahu saat ini bukanlah saat yang tepat baginya untuk memberitahukan siapa yang telah ia lihat. Ia akan memberitahukannya pada saat yang tepat. Pada saat wanita itu yang seminggu lalu ia lihat di Bandara Incheon[7] tidak ada lagi di pikiran Tae Yong, pada saat hati dan pikiran Tae Yong kembali jernih. Ya pada saat itu saja ia akan memberitahukan pada pemuda disampingnya itu.
Pesawat yang ditumpangi mereka mulai lepas landas, penerangan didalam kabin pun meredup. Penumpang-penumpang yang lain tampak tertidur seperti halnya dengan Tae Yong yang sudah tertidur lelap. Sepertinya ia begitu lelah dan benar-benar membutuhkan istirahat yang banyak. Sedangkan Park Jung Su tengah asik dengan laptop yang dibawanya.
Disisi lain pesawat itu, seorang gadis tengah asik menikmati kenyamanan yang didapatkannya didalam pesawat itu. Alice memandang kekiri dan kekanan. Lampu kabin sudah diredupkan dan ia masih asik melihat sekelilingnya. Ini adalah perjalanan pertama baginya tanpa ada Ayah dan Ibu yang menemani. Merasa matanya lelah, Alice membuka selimutnya dan mulai memejamkan mata hingga ia tertidur lelap.

Chapter 2
                “Para penumpang yang kami hormati, saat ini kita telah tiba di Incheon, waktu menunjukkan pukul 20.00 waktu korea, suhu diluar menunjukkan sebesar 10 derajat celcius dan bla..bla..bla..” Pramugari memberitahukan bahwa pesawat telah sampai di tujuan.
                Park Jung Su membereskan segala barang bawaannya dan tak lupa membangunkan Tae Yong yang masih tertidur “Tae Yong a..Tae Yong a, bangun kita sudah sampai” ucapnya pelan seperti berbisik.
                Tae Yong membuka matanyanya pelan dan mengerjapkannya beberapa kali. Ia berdiri dan sedikit merenggangkan otot tubuhnya yang terasa kaku. Jung Su terlihat masih sibuk mengeluarkan tas kecilnya dari bagasi atas.
                “Aku keluar dulu ya Hyeong” ucap Tae Yong sambil mengenakan jaket kulit kesayangnnya.
                “Oh, ya kau duluan saja. Aku masih harus mengurus yang lainnya”
                Tae Yong mengangguk dan berjalan menuju pintu keluar terlebih dahulu. “Annyeonghi kaseyo[8]” ucap salah seorang pramugari yang berdiri di depan pintu keluar. Tae Yong hanya tersenyum dan berlalu pergi. Ia berjalan keluar dan berhenti sejenak, matanya memandang langit seoul yang gelap dan hidungnya menghirup udara seoul yang dingin. Seulas senyum mengembang dari bibirnya yang kemerahan karena dingin.
***
                Annyeonghi kaseyo
                Annyeonghi kaseyo” balas Alice sambil membungkukkan badannya. Untung saja ia cukup menguasai bahasa korea dan juga bahasa inggris, sehingga membuatnya mudah untuk berinteraksi dengan orang-orang disekitarnya.
                Alice melangkahkan kakinya keluar dari pintu pesawat itu, seketika sekujur tubuhnya menggigil karena dinginnya udara malam seoul. Ia tarik sedikit mantel bulu yang baru saja dibelinya agar tubuhnya terasa lebih hangat. Ia berhenti sejenak. Matanya memandang sekeliling tempat itu.
                “Disinilah aku akan memulai hidupku” ujarnya pelan dan seulas senyum mengembang dibibirnya. Ia kembali berjalan dan langsung mengurus izin masuk dan juga bagasi yang ternyata memang cukup rumit. Selesai mengurus segala hal penting untuk memasuki negara ginseng itu, ia kembali berjalan sambil melihat sekeliling tempat orang-orang menjemput kenalan mereka. Alice mencari satu demi satu orang yang akan menjemputnya, dan matanya terhenti tepat pada sesosok gadis yang lebih tua satu atau dua tahun dengannya. gadis itu memegang kertas yang bertuliskan namanya dengan besar. Alice tersenyum dan melangkahkan kakinya dengan cepat kearah gadis berambut pirang tersebut.
                Annyonghashimnikka[9]” ucap Alice sambil membungkukkan sedikit badannya dan dibalas pula oleh gadis berambut pirang tersebut.
                “Alice ssi ?” tanya gadis tersebut.
                Ye[10]” ucap Alice mengiyakan
                Gadis itu tersenyum dan mengulurkan sebelah tangannya dan uluran tersebut disambut hangat oleh Alice. “Hani” ucap gadis itu “Kang Hani” lanjutnya memperjelas namanya.
                “Kang Hani ssi, senang berkenalan dengan anda” ucap Alice
                “Nah ayo kita pergi ketempat ku” Kang Hani langsung membantu Alice membawa beberapa tas kecilnya dan berjalan lebih dulu, Alice mengikutinya dari belakang.
***
                “Lelah sekali”
                Park Jung Su menatap Tae Yong dengan pandangan khawatir. Ia yakin Tae Yong tidak pernah sekalipun mengucapkan kata ‘lelah’ sedikit pun, sesakit apapun tubuhnya, Park Jung Su sangat yakin kalau Tae Yong tidak akan pernah merasa lelah dengan apa yang dikerjakannya.
                “Tae Yong a, apa kau sakit?” Park Jung Su masih menatap Tae Yong dengan rasa khawatir.
“Tidak” pemuda itu menggeleng pelan. Ia menatap managernya itu dengan seksama, terlihat dari mata managernya itu ada rasa cemas yang terpancar.
                “Ah, Hyeong tidak usah cemas. Aku baik-baik saja, tidak usah menatapku seperti itu dan aku....”
                “Bagaimana mungkin aku tidak cemas. Kau ingin aku panik seperti kejadian tiga tahun lalu itu” sela Park Jung Su. Ia mulai dengan kebiasaan lamanya yaitu menceramahi artisnya.
                Tae Yong sangat mengenal managernya itu dengan sangat baik. Ia hanya mendengarkan setiap kata yang keluar dari mulut managernya itu. Sebenarnya Tae Yong sudah sangat hafal apa saja yang akan dikatakan oleh managernya, tapi kali ini ia biarkan saja managernya itu mengoceh untuk menenangkan perasaannya sendiri.
                “Sepertinya aku harus mencari seorang dokter untuk menjagamu”
                Hyeong!” Tae Yong ingin membantah.
              “Kali ini kau harus menyetujuinya. Aku tidak mau tiba-tiba kau pingsan dan memuat Paman dan Bibi menjadi cemas”
                Hyeong, aku ini sudah besar dan bisa menjaga diriku sendiri. Aku tidak suka diawasi oleh orang yang tidak aku kenal selama duapuluh empat jam”
Masih belum ada tanggapan
                “Atau Hyeong saja yang menjagaku!. Selama ini bukankah selalu Hyeong yang menjagaku” Tae Yong bicara sambil melangkah masuk kedalam mobil yang sudah menunggu mereka. Park Jung Su yang melihat tidak tahu harus berbuat apa lagi dengan artisnya ini.
                “Hhh” Park Jung Su menghela napas. Ia pun melangkahkan kakinya masuk ke mobil.
                Tae Yong menyandarkan kepalanya ke kursi dan melepaskan kacamata hitam yang dikenakannya. Matanya memandang ke luar jendela mobil menikmati pemandangan malam kota seoul yang sudah dua minggu ini ia tinggalkan. Suasana didalam mobil begitu hening, tidak ada yang bicara. Tae Yong masih asik menatap keluar, sedangkan Jung Su sibuk dengan pikirannya sendiri.
                Tae Yong menolehkan wajahnya menghadap Jung Su. Ia terus memandangi managernya itu, aneh! Tidak seperti biasanya Jung Su diam dan melamun. Biasanya bila Tae Yong membantah apa yang diinginkannya, pemuda itu pasti akan terus mengoceh dan mencari cara agar Tae Yong mau menyetujui keinginannya. Tapi hari ini aneh sekali, Jung Su tidak memaksa Tae Yong atas keinginannya. Apa mungkin ia sedang merencanakan sesuatu?!
                Hyeong!” panggil Tae Yong
                Jung Su tersadar dari lamunan “Mm” ucapnya spontan sambil menatap Tae Yong.
                “Kau kenapa? Tidak seperti biasanya?”
                “Aku? kenapa ?”
                “Ku lihat kau melamun”
Jung Su tersenyum jail “Tau darimana aku melamun, bisa saja aku sedang memikirkan sesuatu” ucapnya, sesekali ia ingin mengerjai artisnya ini.
                “Aku tahu Hyeong melamun. Wajahmu itu seperti ini” Tae Yong menirukan wajah Jung Su saat melamun. Jung Su yang melihat tertawa lepas saat melihat mimik wajah yang dibuat Tae Yong, lucu sekali.
                “Wajah ku tidak seperti itu” ujarnya di sela tawanya.
                “Hh..kau tidak percaya. Wajah mu memang seperti itu tadi. Ck.. seharusnya tadi aku memfoto mu saja, biar kau percaya” ujar Tae Yong masih dengan mencontohkan gaya Jung Su melamun.
                Jung Su tertawa lebar melihat mimik wajah Tae Yong “Arasseo[11]...arasseo” ujar Jung Su mengalah. Ia tidak tahan melihat wajah lucu yang dibuat Tae Yong. Rencana ingin menjahili malah yang terjadi sebaliknya, dirinyalah yang dijahili oleh Tae Yong. Tae Yong masih belum puas mengerjai managernya itu, ia masih membuat wajah-wajah lucu hingga sampai di tempat tujuan mereka.
***
                “Alice ssi, ayo masuk”
                Alice melangkah masuk kedalam apartemen milik Hani. Ia melihat sekeliling. Apartemen itu memang kecil, namun didalamnya terdapat dua kamar, yah cukuplah untuk menampung dirinya. Di sudut kanan terdapat sebuah jendela kecil. Dari sana ia dapat melihat kerlap-kerlip lampu jalan. Alice meletakkan barangnya disudut kiri dekat dengan pintu masuk. Ia masih merasa sedikit asing dengan tempat tersebut. Maklum saja, selama ini Alice tidak pernah tinggal sendirian apalagi menumpang dirumah orang yang belum ia kenal.
                Kang Hani memandang gadis yang kini tengah menatap sekeliling tempat tinggalnya itu. Mirip, benar sangat mirip. Tatapan gadis itu, wajahnya dan juga senyumnya sangat mirip dengan seseorang yang dulu ia kenal, seseorang yang sudah dianggapnya sebagai kakaknya sendiri.
                Merasa diperhatikan, Alice membuka suara “Hani ssi” sapanya. Kang Hani tersentak mendengar suara tersebut.
                “Hani ssi, kenapa kau memandangku seperti itu?” tanya Alice
                Kang Hani tersenyum “Ku rasa kau mirip dengan sahabatku yang dulu juga tinggal disini”
                “Benarkah? lalu dimana orang itu sekarang, apa dia tidak tinggal disini lagi?”
Kang Hani menggeleng pelan, raut wajahnya terlihat sendu “Dia sudah pergi” ujarnya pelan
                “Ana Eonni[12] sudah pergi” gumamnya pelan.
                Alice terkejut saat Kang Hani menyebut nama itu. Ia sangat yakin gadis itu baru saja menyebut nama kakaknya. Walaupun gadis itu mengucapkannya dengan pelan tapi suaranya masih bisa didengar oleh Alice. Matanya mulai tergenang air, ia ingin menangis. Namun ia langsung menepis keinginan itu. Ia seka airmatanya dengan ujung jarinya dan ia coba untuk tersenyum. Setidaknya ditempat ini ada kenangan tentang kakaknya.
                Mianhae[13]” ucapnya sambil berjalan ke tempat Kang Hani dan memegang pundak gadis itu. Kini mereka berdua terdiam dalam sunyi, mengenang kembali sosok yang telah lama pergi.

Chapter 3
                Alice menatap dirinya didepan cermin. Baju kemeja baru dan celana panjang hitam, cukup rapi. Ia kembali menyisir rambutnya yang kembali berantakan. Pagi ini ia akan pergi mengurus segala administrasi sekolahnya. Tak lupa dikenakannya mantel kulit yang memang cukup hangat untuk dikenakan di musim dingin seperti ini.
                “Hani ssi...Hani ssi” ucapnya searaya mengguncang pelan tubuh gadis yang masih tertidur lelap itu. Semalam mereka banyak berbincang mengenai banyak hal dan mereka baru tertidur sekitar jam dua malam.
                Kang Hani membuka matanya perlahan. Sinar mentari tepat mengenai retinanya sehingga membuatnya mengerjapkan matanya berkali-kali. Ia mengubah posisinya yang tadi masih tidur kini telah duduk bersila diatas kasur. Matanya masih terlihat mengantuk.
                “Sudah mau pergi?” ucapnya pelan antara sadar dan setengah tertidur.
                “Mmm” Alice mengangguk
                “Apa kau mau menemaniku? Aku belum tahu betul rute-rutenya”
                “Boleh saja. Tapi aku belum mandi” Kang Hani memperhatikan dirinya yang masih terlihat kusut dengan rambut seperti sarang burung.
                “Kau mau menunggu ku sebentar kan?”
                Alice mengangguk sambil tersenyum. Kang Hani bangkit dari duduknya dan berjalan ke arah lemari mengambil pakaian ganti, lalu ia pergi ke arah kamar mandi dan mulai membersihkan diri.
                Selagi menunggu Hani selesai mandi, Alice membereskan ruangan kecil itu, membuang sampah-sampah makanan, membersihkan kasur yang berantakan dan masih banyak lagi. Ia juga membuka jendela ruangan tersebut agar udara dalam rumah berganti. Pagi itu udara cukup dingin, sepanas apapun matahari musim dingin tetap saja tidak dapat menghangatkan tubuh. Alice termenung menatap jalan kota seoul dari balik jendela kecil itu.
                “Berbeda” gumamnya. Ya sangat berbeda dengan jalanan di kotanya, Jakarta. Biasanya bila sepagi ini ia sudah harus buru-buru mencegat angkot sebelum terkena macet yang parah. Sedangkan disini, di seoul, pagi ini masih belum banyak kendaraan yang berlalu lalang. Padahal jarum jam sudah menunjukkan pukul delapan pagi. Benar-benar berbeda.
                “Alice ssi, ayo”
                Alice tersadar dari lamunannya dan menolehkan wajahnya kearah Kang Hani, ternyata gadis itu sudah selesai mandi dan bahkan ia sudah rapi dengan baju khasnya seperti kemarin gadis itu menjemputnya.
                Kang Hani, mengambil tas dan juga kunci mobilnya, kemudian ia berjalan keluar lebih dulu. Alice mengikuti gadis itu dari belakang dan tak lupa menutup kembali jendela dan mengunci pintu apartemen mereka.
***
                Tae Yong berdiri mematung disamping mobilnya memandangi tulisan besar yang ada di hadapannya.
                “KOREA UNIVERSITY ANAM HOSPITAL”
                Tae Yong mengulang kata-kata itu berkali-kali. Setelah merasa yakin dengan apa yang dibacanya, ia kembali menatap managernya dengan tatapan penuh tanya.
                Jung Su sangat tahu dengan tatapan itu. Sebenarnya kemarin ia ingin membicarakan ini dengan Tae Yong. Tapi ia juga sangat yakin kalau Tae Yong tidak akan menyetujui rencananya ini. Karena itulah dengan sedikit berbohong akhirnya ia bisa membawa Tae Yong ketempat ini.
                Hyeong!” Tae Yong masih menatap Jung Su meminta kepastian.
                Jung Su berjalan ke arah Tae Yong. Sebelah tangannya memegang pundak Tae Yong, matanya menatap lurus kearah artisnya itu.
                “Tae Yong a, aku tahu kau pasti sangat kesal padaku saat ini, tapi yang kulakukan ini juga demi kesehatanmu” ujarnya menjelaskan dengan sabar.
                Tae Yong menghela napas. Sudah hampir tiga tahun ia tidak merasakan sakit, tapi ahir-akhir ini jantungnya berdetak tidak normal dan hal itu terkadang membuatnya cepat lelah. Ia tidak pernah berpikir apakah Jantung barunya itu mengalami masalah atau tidak, ia tidak berani memikirkan itu. Tatapannya ia alihkan kearah gedung besar yang ada dihadapannya lalu berpindah menatap managernya yang kini berdiri disampingnya. Sebuah keputusan pun ia buat.
                “Baiklah, aku juga ingin tahu apa jantungku ini baik-baik saja” jawabnya sambil memegang dadanya.
                “Ayo, Hyeong” Tae Yong berjalan terlebih dahulu memasuki Rumah Sakit itu.
                Jung Su tersenyum senang dan mengikuti langkah Tae Yong masuk kedalam. Ia sudah membuatkan janji dengan dokter kenalannya dan mereka harus pagi-pagi sekali untuk datang menemui dokter tersebut. Maklum saja bila sudah siang ia akan sulit ditemui karena banyaknya pasien yang harus ditanganinya ditambah lagi ia juga harus memberikan materi kuliah untuk mahasiswa-mahasiswanya.
                Sampai didalam Tae Yong menunggu di ruang tunggu sedangkan Park Jung Su mengurus hal lainnya di bagian informasi. Merasa bosan Tae Yong memandang sekililing Rumah Sakit itu. Ia menganggukkan kepalanya “Bersih” gumamnya masih sambil menatap isi Rumah Sakit itu. Namun entah kenapa tiba-tiba ia merasakan sesak dan terasa nyeri di dadanya. Tangan kanannya terus memijit dadanya. Ia terus mencoba untuk bernapas namun terasa sangat menyakitkan. Tiba-tiba ia merasa pusing dan mulai kehilangan kesadaran diri. Tae Yong hampir saja terjatuh jika tidak ada orang yang langsung menopangnya.
                Gwaenchanayo[14]?” ujar seseorang yang memanganginya
***
Alice masih terkagum-kagum saat matanya melihat suasana kampus dan juga Rumah sakit yang ada disana. Ia masih berdiri didepan gedung berwarna putih itu. Matanya memancarkan sinar kekaguman yang tidak bisa ia ucapkan dengan kata-kata.
“Alice ssi, ayo” Kang Hani berjalan lebih dulu.
Alice mengangguk dan mengikuti langkah Hani memasuki Rumah Sakit itu. Ia menatap sekeliling. Benar-benar berbeda, suasana disini sangat berbeda dengan di tempatnya dulu. Kang Hani memintanya untuk menunggu di deretan bangku pengunjung, sedangkan gadis itu berjalan menuju bagian informasi.
                Alice memilih duduk dideretan bangku yang hanya sedikit orang disana. Matanya masih memandang sekeliling mengagumi apapun yang dilihatnya. Namun keasikannya itu terhenti ketika seseorang yang duduk disampingnya hampir terjatuh. Alice cepat-cepat memegangi tubuh orang itu.
                Gwaenchanayo?” ujarnya panik.
Tae Yong yang masih memiliki sedikit kesadaran menatap gadis yang sedang menopang tubuhnya kini. Ia masih berusaha untuk bernapas dengan normal dan perlahan demi perlahan rasa sakit di dadanya mulai berkurang.
                Gomapsumnida[15]” ucapnya pelan namun masih bisa didengar oleh gadis itu.
                “Apa kau sudah merasa baikkan?” tanya gadis itu lagi
Tae Yong mengangguk. Walau wajahnya masih terlihat pucat namun keringat dingin yang mengalir ditubuhnya sudah mulai menghilang. Ia kembali duduk seperti semula dan tersenyum pada gadis itu.
                Alice sempat merasa khawatir saat pemuda yang duduk disampingnya itu tiba-tiba saja terjatuh di sampingnya. Apalagi saat ia melihat raut wajah pemuda itu, begitu pucat seakan-akan ia kekurangan oksigen dalam tubuhnya. Alice juga tak lupa membalas senyum pemuda itu. Merasa orang yang duduk disampingnya itu sudah tidak apa-apa, Alice kembali melihat sekeliling tempat itu dan mencari sosok temannya yang dari tadi tak kunjung kembali.
                Tae Yong masih mengatur napasnya ketika Park Jung Su memegang pundaknya “Tae Yong a, kau kenapa?” ujar menagernya itu dengan nada khawatir
                Hyeong
                “Kenapa wajah mu pucat sekali” ucap Jung Su lagi sambil duduk disamping artisnya itu.
                Tae Yong tidak menjawab dan malah mengganti topik pembicaraan “Bagaimana Hyeong, apa kita bisa bertemu dokter itu sekarang?”
                Jung Su mengangguk “Ya. Dokter Choi sudah menunggu kita. Ayo” Park Jung Su bangkit dari duduknya dan hal yang sama juga dilakukan oleh Tae Yong. Mereka berjalan menuju lift, namun untuk sesaat Tae Yong menghentikan langkahnya dan menolehkan wajahnya kearah bangku pengunjung. Matanya tengah mencari sosok gadis yang tadi sempat menolongnya. Tidak ada. Gadis itu tidak ia temukan, ada sedikit rasa kecewa di hatinya, namun hal itu langsung di tepisnya dan ia kembali melangkah ke arah lift.

Chapter 4
                Alice menatap sekeliling dan mencari dimana Kang Hani berada. Matanya seketika memicing saat orang yang dicari ditemukannya. Alice bangkit dari duduknya dan berjalan menghampiri Hani yang masih berurusan dengan bagian informasi rumah sakit tersebut. Ia bangkit dari duduknya ketika seorang pria yang usianya lebih tua darinya menghampiri pemuda yang duduk disampingnya tadi.
                “Hani ssi, apa ada masalah?” Alice telah berdiri disamping Hani yang masih bertanya ini itu pada perawat yang ada disana.
Hani seperti tidak mendengar pertanyaan dari Alice, ia masih sibuk bertanya ini itu dengan perawat yang ada dibagian informasi. “Ayolah Nana ssi, ini sangat penting sekali. Aku harus bertemu dengan dokter Choi” ujarnya sambil memelas pada perawat disana agar dapat bertemu dengan dosen nya.
                “Hani ssi, Mianhae, tapi saat ini kau tidak bisa bertemu dengan dokter Choi. Jadwalnya sangat padat hari ini” ucap perawat yang bernama Kim Nana yang tak lain adalah sahabat Hani yang sudah bekerja sangat lama dirumah sakit itu. “Bagaimana kalau besok saja. Besok jadwal dokter Choi tidak begitu padat. Aku akan membuatkan untuk mu janji dengannya” ujarnya lagi.
                Hani menghela napas “Baiklah!” ucapnya tidak semangat. Mau tidak mau ia harus menyetujui usul itu demi tugas dan nilainya. Seandainya saja dokter Choi tidak memberinya nilai D, pastilah saat ini ia tidak perlu pusing memikirkan perbaikan nilainya. Ia membalik badannya dan berjalan gontai seakan tidak bersemangat. Alice masih tertegun melihat ekspresi wajah sahabatnya itu. Ia kembali berjalan mengejar sahabat barunya itu.
                Tidak ada yang bicara. Mereka berdua diam dalam pikiran masing-masing. Merasa bosan dengan kesunyian Alice membuka suaranya “Hani ssi, ada apa? Kau terlihat tidak bersemangat”.
                Hani berhenti berjalan dan memandang Alice, kemudian ia menjatuhkan kepalanya diatas pundak gadis itu “Alice ssi, aku benar-benar stress saat ini” ujarnya
Alice yang masih tidak mengerti, tidak tahu harus berkata apa. Ia juga tidak tahu masalah apa yang sedang dihadapi oleh teman satu kamarnya ini. “memangnya ada masalah apa?” ujarnya bertanya.
                Hani mengangkat kepalanya dan menatap ke depan “Kau tahu, dari semua mata kuliah yang ada, hanya satu saja yang tidak pernah aku bisa” ia diam sebentar dan menghirup udara yang dingin hingga masuk kedalam paru-parunya. “dan itu adalah pelajaran sistem saraf yang terdapat dalam tubuh manusia. Lebih parahnya lagi, kau tahu..” ia menatap Alice dengan mata penuh emosi “ dosennya itu adalah dokter Choi. Dosen yang paling sadis di sini” lanjutnya lagi dengan penuh emosi dan kemudian kembali murung.
                Alice mengangguk mengerti dengan apa yang saat ini dialami oleh temannya itu. Dilema..benar gadis itu sedang dilema akan nilainya. Dulu di kampusnya yang ada di Jakarta, ia juga sempat mengalami hal serupa yang dialami Hani saat ini, namun tidak berlangsung lama, karena ia punya tekad kuat untuk belajar dan akhirnya ia malah jadi orang pertama yang mendapatkan nilai sempurna. Ya jika kita berusaha keras sesulit apapun rintangan yang menghadang pasti bisa dilalui juga kan.
                “Seandainya Ana Eonni masih ada” Gumam Hani pelan dan kembali berjalan menuju mobilnya yang terparkir dihalam rumah sakit itu. Alice meoleh saat Hani mengucapkan nama kakaknya ‘Ana’, ia jadi teringat kembali hari-hari bersama kakaknya. Kakak yang selalu ada untuknya, menemaninya belajar bahkan sampai memarahinya jika nilai ujiannya jelek. Benar seandainya kak Ana masih ada.  Alice tersenyum pahit saat mengatakan kata ‘Seandainya’, apa yang akan terjadi jika ‘seandainya’ kakaknya masih ada disini. Ia langsung menggeleng pelan. Benar, ia tidak boleh berandai-andai karena saat ini adalah nyata. Hidupnya saat inilah yang harus dipikirkannya. Kemudian ia berlari kearah Hani yang sudah sampai ditempat mobilnya. Gadis itu menghidupkan mesin mobilnya sedangkan Alice duduk sambil memasang sabuk pengaman dan kemudian mobil itu melaju dengan kecepatan sedang.
***
                Dokter Choi menghela napasnya saat melihat scan jantung yang dilakukan oleh Tae Yong. Ia memeriksa dengan seksama apakah terjadi kelainan pada jantung baru artis muda itu. Selesai melihat hasil scan, ia melepas kacamatanya dan menatap kearah dua orang pemuda yang sudah duduk dihadapannya.
                “Dari hasil pemeriksaan ini, tidak ada kelainan pada jantung baru yang anda miliki. Namun kita tetap harus selalu memantau keadaan anda. Karena itu saya minta setiap dua minggu sekali anda melakukan chek up” ujar Dokter yang telah berumur itu.
                “Lalu apa penjelasan tentang jantung ku yang sering berdetak tidak normal? Dan Apa aku harus datang kerumah sakit ini. Tidak bisa dirumah saja pemeriksaannya?” ujar Tae Yong sedikit tidak sopan. Jung Su menyikut pemuda itu dan Tae Yong hanya menatap managernya itu dengan pandangan ‘apa aku salah’ begitulah.
                Jung Su mengalihkan pandangannya kearah dokter Choi yang ada dihadapannya “dokter Choi, tolong jangan diambil hati dengan sikap anak ini” ujar Jung Su meminta maaf “dan apa memang tidak bisa dilakukan dirumah saja?oh bukan apa-apa, tapi jadwalnya sangat padat sekali, kemungkinan tidak bisa datang kerumah sakit” ucapnya lagi.
                Dokter Choi memandang kedua pemuda yang duduk dihadapannya ini, ia sudah sering mendapatkan pasien yang seperti ini bahkan ada yang lebih parah lagi. Jadi ia bisa memaklumi semuanya.
                “Jantung anda sering berdetak tidak normal penyebabnya adalah karena terlalu lelah. Tubuh anda terlalu lelah sehingga membuat jantung anda harus berkerja lebih dari yang biasanya”
                “ Sedangkan untuk pemeriksaan tetap harus dilakukan di rumah sakit, karena Cuma dirumah sakit peralatan yang dibutuhkan lengkap. Sedangkan untuk menjaga kondisi tubuh dan jantungnya bisa dilakukan dirumah saja. Setiap tiga hari sekali saya akan datang untuk memeriksa kesehatannya” dokter Choi menatap Jung Su kemudian beralih menatap Tae Yong.
                “Baikalah seperti itu saja, kalau begitu kami permisi dulu” Park Jung Su berdiri dan di ikuti pula oleh Tae Yong, kemudian mereka menjabat tangan Dokter Choi dan berlalu pergi dari ruangan itu.
                Diluar Jung Su kembali dengan kebiasaan lamanya mengomeli artisnya itu “Yaa[16], Tae Yong a, tidak bisakah kau bersikap lebih sopan sedikit saja?” ucapnya sambil terus berjalan disamping Tae Yong.
                Tae Yong menyentuh kupingnya yang entah kenapa tiba-tiba terasa geli, ia hanya mendengarkan ocehan Jung Su yang sudah sangat dihapalnya. Jung Su masih mengomel dan kemudian ia berhenti “Sudah selesai?” tanya Tae Yong “Kalau begitu ayo kita pergi” ia berjalan lebih dulu keluar dari rumah sakit itu dan Jung Su mengikutinya dari belakang. Ia hanya bisa geleng-geleng kepala saja melihat sikap Tae Yong ini. Entah kapan pemuda itu akan bersikap lebih dewasa.

Chapter 5
                “Apa?!” jeritnya sehingga orang-orang yang ada disana menatapnya heran. Alice masih berdiri dihadapan dokter tua itu dengan wajah tidak percaya. Ia berpikir dokter sekaligus dosennya itu pasti salah memilih orang atau memang salah orang.
                “Iya, aku minta kau menjadi dokter yang menjaga pemuda ini” ujar dokter Choi sambil memperlihatkan berkas kesehatan Tae Yong.
                “Tapi”
                “Tidak ada tapi, ini juga akan menjadi nilai ujian untuk mu” sela dokter Choi sambil memberikan peringatan tegas. Alice masih tertegun tidak percaya, ternyata benar yang dikatakan Hani, dokter Choi benar-benar dosen paling sadis yang ada di kampus ini. Padahal baru dua hari bertemu dan diajar olehnya, kini gadis itu malah harus menggantikan tugas dokter Choi dengan ancaman tugas ini akan menjadi nilai ujiannya. Hh! Benar-benar sulit dipercaya. Alice masih terbengong-bengong saat dokter Choi berjalan meninggalkannya sendirian di depan pintu kelas. Di tangannya masih ada berkas-berkas kesehatan Tae Yong dan juga alamat rumah pemuda itu.
                Alice tersadar dari lamunan saat seseorang telah menyentuh lengannya “Ada apa?” tanya orang itu. Alice menoleh ke samping dan melihat Hani sudah ada disampingnya dan merangkul tangannya.
                “Ini” ucapnya sambil memperlihatkan sebuah amplop coklat yang berisi data-data pasien yang akan ia tangani nanti, dengan terpaksa tentunya. Hani mengarahkan pandangannya kearah amplop itu “Apa ini?”
                “Dokter Choi memintaku menggantikannya untuk menjaga pasien ini. Dan lebih parah lagi aku harus memantau keadaannya selama dua puluh empat jam. Yang benar saja!” Alice memperlihatkan isi amplop itu kepada Hani dan seketika mata Hani terbelalak saat melihat foto dan juga nama yang ada di amplop itu.
                “Ini..” ucapnya sambil melihat dengan lebih jelas lagi. Alice tidak mengerti kenapa ekpresi temannya itu seperti itu. Apa gadis itu mengenal orang yang ada di foto ini.
                “Wah, kau beruntung sekali Alice ssi” ucapnya akhirnya setelah sepersekian detik terbelalak dan tidak percaya pada penglihatannya.
                Alice mengerutkan dahinya tidak mengerti. Apanya yang beruntung, bukankah ini berarti nasipnya sial dan lagi nilainya dipertaruhkan disini. Beruntung dari mananya!. Benar-benar aneh temannya ini. “Beruntung dari mananya?” tanya Alice masih tidak mengerti.
                “Ini” tunjuk Hani pada foto itu, dan setelah itu ia ingat Alice pasti tidak mengenal orang ini “Ah benar! Kau mungkin tidak mengenalnya. Dia ini adalah artis muda yang sedang naik daun saat ini” lanjut Hani.
                Jinjja yo[17]” ujarnya menatap kembali wajah yang ada di foto itu. Ah, itulah salah satu kelemahan Alice. Ia tidak mengenal artis-artis luar. Ia dulu memang suka dengan negara ginseng itu, itu juga karena kakaknya kuliah disana dan saat ini ia juga jarang sekali menonton drama-drama korea, jangankan drama korea, berita ditelevisi saja jarang didengarnya. Ia terlalu sibuk dengan urusan kampus.
                “Mm..” angguk Hani membenarkan. “lalu, kapan kau mulai bertugas?”
                “Choi songsaenim[18] menyuruhku mulai hari ini” ucap Alice tidak bersemangat.
Alice dan Hani berjalan keluar. Gadis itu menghela napas, uap putih keluar dari mulutnya. “Sepertinya aku harus pergi sekarang. Pertama aku harus mencari alamat rumah ini kan” ujarnya sambil melihat kertas kecil bertuliskan alamat rumah Tae Yong.
“Apa, aku perlu menemanimu?” tanya Hani
Alice menggeleng “tidak usah, bukankah kau masih ada pelajaran lain. Aku bisa pergi sendiri” jawab Alice yang telah terlihat pasrah pada nasibnya.
“Baiklah. Aku pergi dulu kalau begitu” Hani melihat arloji ditangannya “Aku tidak boleh telat lagi, bisa-bisa nilaiku dikurangi lagi” ucapnya lagi. Ia menoleh ke arah Alice dan kembali berjalan menuju kelasnya.
Alice berjalan menuju halte bus. Udara dingin begitu menusuk tulangnya. Sesekali ia mondar-mandir didepan halte agar tubuhnya tidak begitu merasa dingin. Ia tidak habis pikir, tega sekali dosennya itu menyuruhnya si ‘orang baru’ yang tidak begitu kenal dengan daerah itu harus mencari-cari rumah aktor muda yang menjadi pasiennya ini. Bus yang ditunggu datang, Alice langsung naik dan mencari tempat duduk di tepi jendela.
***
                Hyeong, kau sudah datang”
                Park Jung Su tersenyum pada laki-laki bertubuh tinggi yang membuka pintu, lalu melangkah masuk kerumah yang telah sering didatanginya “dokter Choi belum datang” tanya Jung Su yang sudah duduk di sofa ruang tamu rumah itu.
                Tae Yong mengikuti langkah Jung Su dan duduk di sofa dihadapan Jung Su, kepalanya menggeleng “belum” ujarnya “Mungkin tidak jadi” lanjutnya lagi.
                Park Jung Su memperhatikan temannya menghempaskan diri diatas sofa. Ia melihat sikap Tae Yong sama seperti biasanya, tidak peduli. Sedangkan dirinya merasa khawatir dengan kondisi artisnya itu. “Mungkin sebentar lagi” ucapnya.
                Tae Yong hanya mengerdikkan bahunya, ia tidak begitu yakin. Dari pagi ia sudah menunggu dokter Choi datang untuk memeriksanya dan kebetulan sekali hari ini ia tidak berencana untuk pergi kemana-mana. Namun hingga jarum jam menunjukkan pukul sebelas siang ini, dokter itu belum juga muncul.
                Saat Jung Su hendak berkata lagi, tiba-tiba ponselnya berbunyi. Ia menjawab telpon dari nomor yang tidak dikenalnya itu.
                Yeobosaeo[19]” jawabnya “Ah, Choi songsaenim” lanjutnya lagi. Mereka bicara cukup lama dan sesekali Jung Su mengatakan ‘tidak apa-apa’ dan setelah itu ia memutuskan sambungan telepon.
                Tae Yong memperhatikan managernya itu dengan serius “Apa katanya?” tanya laki-laki itu.
                “Katanya hari ini dia tidak bisa datang”
                “Nah benarkan kataku hyeong” sela Tae Yong
                “Kau jangan senang dulu, aku belum selesai bicara. Dokter Choi memang tidak bisa datang tapi dia sudah menyuruh orang menggantikannya. Mungkin sebentar lagi sampai” ujar Jung Su. Dan selagi mereka bicara, terdengar bel pintu berbunyi. Tae Yong berdiri dari duduknya dan berjalan menuju pintu.
***
                Alice benar-benar tidak mengerti kenapa hari ini ia sial sekali. Sudah tadi di kampus ia harus menjalani tes ini itu untuk menguji kemampuannya, ditambah lagi sekarang ia harus menggantikan dosennya untuk merawat pasien dan itu harus selama dua puluh empat jam. Sekarang ia berdiri di depan pintu rumah besar bercat putih. Dokter Choi menyuruhnya datang kerumah pasiennya itu. Alice jengkel. Bukankah seharusnya pasienlah yang datang kerumah sakit bila memang ingin dirinya sembuh. Alice menunggu pemilik rumah membukakan pintu, tubuhnya menggigil kedinginan, hidungnya memerah, mungkin bila ada yang melihat mereka akan mengatakan hidung gadis itu sudah seperti tomat. Salju semakin turun lebat saja dan pemilik rumah masih belum membukakan pintu.
                Pintu terbuka dan Alice mengenali wajah pria yang membukakan pintu itu. Ia pria yang ada didalam foto yang diberikan oleh dokter Choi. Walaupun agak sulit, Alice memaksakan seulas senyum sopan. Pipinya terasa kaku, mungkin karena ia terlalu lama berada diudara dingin. Tapi ia berharap senyumnya terlihat normal.
                “Apa kabar, Saya Alice yang ditugaskan dokter Choi menggantikan tugasnya merawat anda” Alice mengulurkan tangannya yang memegang kertas kecil.
                “Oh, masuklah” kata pria itu tanpa menjabat tangan Alice. Gadis itu memasukkan kembali tangannya kedalam saku mantelnya. Sebenarnya ia agak sedikit tersinggung dengan sikap pria itu, tapi ya sudahlah ini juga demi nilainya.
                Alice melangkah masuk kedalam rumah itu. Ia mengikuti langkah pria itu menuju ruang tamu. Di sofa panjang ruang tamu itu Alice melihat ada lagi seorang pria yang tidak kalah tampan dari pria yang membukakan pintu tadi, ia bisa melihat pria yang satu itu lebih dewasa dari pria yang membukakan pintu untuknya.
                Alice kembali membungkukkan badannya menyapa pria itu “Apa kabar” ucapnya.
                “Oh, apa kau orang yang menggantikan dokter Choi? Apa kabar, saya Park Jung Su” Jung Su mengulurkan tangannya dan uluran tangan itu disambut hangat oleh Alice, setidaknya masih ada orang yang sopan dirumah ini.
                “Ayo silahkan duduk” kata Jung Su sopan. Alice duduk di sofa kecil, kedua pria itu duduk dihadapannya.
                Tae Yong dan Jung Su kini menatap gadis yang duduk dihadapan mereka dengan seksama. “Kau pasti bukan orang Korea?” tanya Tae Yong masih dengan memperhatikan gadis itu. Ia bertanya seperti itu karena gadis itu berbeda dari gadis korea yang sering dilihatnya. Kulit gadis itu tidak putih melainkan kuning langsat, hidungnya mancung dan matanya bulat. Rambutnya pendek sebahu berwarna hitam pekat.
                “Benar, saya memang bukan orang Korea” jawab gadis itu dengan senyum yang masih dipaksakan.
                “ Maaf sebelumnya Alice ssi, aku ingin bertanya. Apa kau mengenal temanku ini?” Jung Su bertanya sambil menunjuk kearah Tae Yong. Mata Alice mengikuti kemana tangan Jung Su menunjuk. Alice mengangguk “Ya, dia Kim Tae Yong kan, seorang aktor” ucapnya. Ya untung saja tadi Hani mengatakan bahwa Kim Tae Yong ini seorang aktor muda yang sedang naik daun, setidaknya ia jadi mengetahui bahwa pria yang kini duduk dihadapannya ini adalah orang terkenal.
                “Nah karena kau sudah tahu, aku harap kami bisa mempercayaimu. Aku harap kau tidak mengatakan apapun kepada orang lain atau bahkan pada wartawan” kata Jung Su lagi. Ia harus menjaga artisnya ini, jangan sampai ada gosip-gosip tidak enak yang akan memperburuk kariernya.
                “ Soal itu, saya sangat mengerti. Jadi tidak usah khawatir” jawab Alice dengan sangat meyakinkan. “Lalu, apa saya sudah bisa mulai memeriksa keadaan anda Kim Tae Yong ssi?” matanya menatap pria itu. Alice mengeluarkan semua peralatan yang dibutuhkan dan mulai memeriksa keadaan Tae Yong. Ia mencatat dengan detail semuanya disebuah buku kecil yang selalu dibawanya.
                “Oh, satu hal lagi” ucap Alice sambil membereskan peralatan yang dikeluarkannya tadi. Park Jung Su dan Kim Tae Yong berpandangan, menunggu lanjutan kata-kata gadis itu. “Saya akan datang setiap hari kesini. Itu yang diperintahkan oleh dokter Choi pada saya, jadi saya harapkan kerjasamanya” lanjutnya
                “Bukannya tiga kali dalam seminggu saja? Waktu itu dokter choi mengatakan tiga kali dalam seminggu” ucap Tae Yong protes. Jung Su mencoba menenangkan pemuda itu.
                “Benar Alice ssi, bukankah hanya tiga kali dalam seminggu saja, jadwal Tae Yong sangat padat, jadi tidak mungkin kau akan datang setiap hari kesini” jelas Jung Su
Mata bulat gadis itu masih menatap kedua orang pria yang ada dihadapanya. “Tae Yong ssi...Jung Su ssi” ucapnya sehingga kedua orang yang dipanggil menatapnya “Ini juga bukan kemauanku. Tapi aku harap kalian juga bisa bekerja sama, ini juga demi nilai kuliahku” lanjutnya seraya memohon.
                “Jadi kau baru calon dokter, bukan dokter” Tae Yong merasa tidak percaya “Apa-apaan ini, nyawaku ada ditangan calon dokter” ucapnya meremehkan
                Alice merasa sedikit tersinggung dengan ucapan Tae Yong, gadis itu menggumamkan sesuatu yang tidak didengar oleh kedua pria yang ada dihadapannya. Ia memang baru calon dokter tapi ia juga tidak bodoh. Setidaknya ia punya keahlian yang tidak dimiliki oleh yang lain.
Gadis itu menghela napas, berusaha untuk tidak terlihat tersinggung “Benar, aku mahasiswa pindahan, jadi tolonglah bekerja sama sedikit saja. Aku tidak akan menganggu jadwal kalian. Aku akan datang kesini pagi-pagi sekali dan setiap ada waktu, aku akan ikut dengan kalian”
Jung Su dan Tae Yong kembali berpandangan. Apa gadis ini gila, bukan hanya setiap hari ia akan datang , bahkan ia juga akan ikut dengan mereka.
“Kenapa? Apa aku tidak boleh ikut dengan kalian. Yah, kalau memang tidak boleh, aku juga tidak apa-apa. Tapi kalau terjadi sesuatu dengan mu jangan salahkan aku ya”
Masih belum ada jawaban. Sebenarnya Alice juga tidak mau setiap hari harus mengikuti kedua orang itu, ia juga punya pekerjaan sendiri dan ia juga harus kuliah. Tapi gara-gara dokter Choi itu, ia jadi harus melakukan ini semua. Demi nilai begitu yang selalu ia ucapkan dalam hati.
“Baiklah terserah kau saja” ujar Tae Yong akhirnya.
Alice tersenyum senang, dan tanpa disadari Tae Yong entah kenapa ia suka melihat senyum gadis itu. Seakan-akan ia merindukan senyum itu.
“Lalu apa hari ini kalian ada jadwal untuk pergi? Kalau tidak aku akan kembali kekampus” Alice melihat jam tangannya, ia masih bisa hadir di satu mata kuliah lagi.
Tae Yong dan Jung Su menggeleng bersamaan “Tidak” ucap mereka serempak.
Alice mengangguk “Baiklah, kalau begitu aku permisi dulu. Besok aku akan datang lagi”
“Apa kau mau aku antar? Bukankah kampus mu dari sini jauh sekali” tanya Jung Su sopan. Alice menggeleng “Tidak usah, aku naik bus saja” katanya sambil menenteng kembali tas berisi peralatan medis nya.
“Kau yakin!” kini Tae Yong yang bertanya.
Alice mengangguk, namun seketika anggukannya berhenti ketika ia ingat lagi kalau diluar salju sedang turun, sedangkan halte bus cukup jauh dari rumah itu dan ia harus berjalan kesana. “Tapi kalau tidak keberatan antarkan aku ke halte bus saja” ucapnya setelah berpikir cukup lama.
Kedua pria itu mengulum senyum. Mereka tahu gadis itu pasti akan berpikir ulang, karena saat ia datang tadi gadis itu terlihat kedinginan dan salju juga semakin lebat turun.


[1] Terima kasih
[2] Kakak laki-laki (diucapkan oleh laki-laki)
[3] Benar
[4] Kenapa
[5] Tidak
[6] Ya ?
[7] Incheon adalah bandar udara terbesar di Korea Selatan dan merupakan
Salah satu yang terbesar di Asia
[8] Sampai jumpa
[9] Apa kabar
[10] ya
[11] Aku tahu
[12] Kakak perempuan (diucapkan oleh perempuan)
[13] maaf
[14] Tidak apa-apa?
[15] Terimakasih
[16] Hei
[17] Benarkah/sungguh
[18] Panggilan untuk orang yang memiliki gelar seperti dokter
[19] Halo (dalam telepon)