Kamis, 19 Januari 2012

MENDUNG TAK SELAMANYA HUJAN


 Mengapa langit berwarna biru
Menngapa awan selalu menghiasi langit
Mengapa langit memilki berbagai macam warna…
Terkadang biru…
Terkadang juga bisa berubah berwarna jingga..
Tapi dalam sekejap langit juga menampakkan kesedihan dengan warnanya yang kelabu…
            Saat ini gadis itu sedang duduk disebuah bangku yang terdapat di pinggir jalan. Ia duduk disana untuk menghilangkan penat yang terasa diseluruh tubuhnya. Ia sandarkan punggungnya kebelakang dan wajahnya menatap keatas. Pagi itu udara cukup dingin, daun-daun basah oleh embun pagi, burung-burung berkicau menyambut datangnya sang mentari pagi. Gadis itu memejamkan matanya sebentar dan kemudian membukanya lagi. Kali ini bola matanya yang bulat dan juga bersih itu tengah menatap langit yang masih sedikit gelap. Ia masih terus menatap langit,  entah apa yang sedang dipikirkannya. Disampingnya terletak dua buah tas yang cukup besar.
            “Ahh..hari ini kemana lagi?” ujarnya pelan dan khusus untuk dirinya sendiri. Matanya mulai memandang kesekeliling tempat itu. Sebuah kota yang begitu ingin Ia lihat, tapi setelah Ia melihatnya bukan keindahan yang tampak melainkan hiruk pikuk kota yang terlihat. Dan kini Ia terlantar, tidak tahu harus kemana di Ibu kota negaranya ini. Hari demi hari Ia lalui dengan susah payah, tidur disembarang tempat dan terkadang tidak makan sama sekali. Matahari mulai bersinar dengan terang, langit yang tadinya gelap berubah warnanya menjadi biru terang, sesekali awan putih berarak menghiasi langit biru itu. Gadis itu masih duduk disana, kini wajahnya terlihat karena disinari matahari, wajah itu tidak terlalu kurus tapi juga tidak gemuk, saat ini wajah gadis itu terlihat kotor. Sudah tiga hari Ia belum membersihkan diri, baju yang Ia kenakan pun sudah basah oleh keringat. Ia kemudian bangkit dari duduknya dan sedikt menggerakkan tubuhnya. Selesai melakukan olah raga kecil itu kini Ia kembali berjalan menyusuri jalan raya yang akan membawanya entah kemana. Dalam pikirannya kini hanya ada satu Ia ingin mandi. Benar kali ini Ia ingin membersihkan dirinya dan mengganti pakaiannya. Dalam perjalanan matanya tetap awas memandang kekiri dan kekanan, berharap dapat menemukan WC umum atau bisa saja Ia menemukan mushola.
            Lama Ia berjalan dan beruntung sekali di ujung jalan terdapat sebuah masjid kecil yang cukup bersih. Ia langsung mempercepat langkah kakinya menuju masjid itu. Disana Ia mulai membersihkan dirinya dan mengganti pakaiannya. Ia juga tidak lupa untuk melaksanakan sholat sunah di masjid itu. Matahari terus berarak ke barat, jam sudah menunjukkan pukul 11.00, Syakila nama gadis itu, terus termenung didalam masjid. Otaknya mulai berpikir Ia harus mencari sebuah tempat tinggal dan juga pekerjaan.  Selesai membersihkan diri dan beristirahat sebentar, gadis yang kini tengah beranjak remaja itu melanjutkan lagi perjalanannya. Ia kini berjalan menyusuri kampong-kampung, berharap dapat menemukan sebuah tempat tinggal kecil yang bisa Ia sewa dengan uang yang kini Ia miliki. Banyak rumah yang telah Ia lewati namun tidak ada satupun yang dapat Ia sewa karena harga sewanya yang cukup mahal. Lelah kakinya melangkah, Ia putuskan untuk duduk disebuah warung kecil yang ada di pinggir jalan. Disana Ia melihat dua orang gadis yang lebih kecil darinya sedang mengamen dengan menyanyikan sebuah lagu yang kini sangat popular dikalangan anak muda. Terlintas dibenaknya untuk melakukan hal yang sama seperti dua gadis kecil itu, namun hal itu langsung ditepisnya. Bisa saja Ia melakukan hal itu tapi seperti yang Ia ketahui dari orang-orang dan juga berita di televisi bahwa kehidupan anak jalanan itu sangatlah susah, mereka harus berjuang untuk mencari makan dan terkadang mereka bisa juga terjerumus kedalam perbuatan-perbuatan dosa. Dilihatnya lagi dua gadis kecil itu dan kini mereka sudah ada dihadapannya untuk meminta sebagian rejeki mereka. Syakila merogoh sakunya bajunya yang cukup sempit itu dan beruntung sekali didalam sana Ia menemukan uang seribu rupiah, tak lama setelah itu Ia memberikan uang itu kepada dua orang gadis kecil yang masih setia berdiri dihadapannya. “Ini..”ujarnya dambil memberikan uang tersebut dan juga sedikit tersenyum. “Terimakasih Kak” ujar salah satu dari gadi kecil itu dan kemudian mereka berlalu pergi. Kini Syakila kembali merenungi hidupnya, tak lama Ia kembali berdiri dan kembali melangkahkan kakinya. Ditengah perjalannannya, dari kejauhan Ia melihat dua gadis kecil tadi sedang bertengkar dengan seorang pemuda yang berpakaian seperti preman. Pemuda itu merampas uang yang ada ditangan gadis kecil itu dan gadis kecil it uterus berteriak meminta uangnya dikembalikan. Melihat hal itu Syakila benar-benar merasa marah, Ia melangkah dengan cepat kearah preman tersebut dan dengan cepat Ia sudah merebut uang yang tadi diambil oleh preman itu.
            Orang itu begitu terkejut saat seseorang sudah merampas apa yang ada ditangannya. Preman itu jadi begitu marah dan mulai menyerang Syakila, namun hanya dengan sekali tendang saja Preman itu sudah terjatuh. Untunglah dulu Syakila pernah belajar beladiri dan ternyata hal itu sangat berguna disaat seperti ini. Pemuda yang bertampang menakutkan itu langsung lari namun tidak mau mengakui kekalahannya dan masih sempat mengancam Syakila.
            “Gue akan buat perhitungan dengan lo..” preman itu mengancam Syakila dan langsung pergi dari tempat itu. Kedua gadis itu langsung berlari menghampiri Syakila.
            “Kak..terimakasih ya” ucap gadis yang berkepang dua. Syakila hanya tersenyum dan mengembalikan uang yang ada ditangannya. “Nama Kakak siapa? Aku Rara dan ini adikku Evi” gadis berkepang dua itu memperkenalkan dirinya.
            “Nama Kakak Syakila dan sebaiknya kalian pulang kerumah, disini sangat berbahaya” ucap Syakila.
            “Kami memang akan pulang dan sepertinya Kakak sedang mencari tempat tinggal” Rara meilhat kearah tas yang dibawa oleh Syakila. “Kakak bisa tinggal bersama kami, benarkan Vi” ujarnya lagi dan melihat kearah adiknya, lalu mereka berdua mengangguk. “Benarkah? Apa orang tua kalian tidak akan marah?” Syakila menatap kedua gadis kecil itu dengan pandangan penuh tanya. Evi menggeleng dan mulai menanggis sedangkan Rara menundukkan wajahnya menatap tanah.
            “Mereka tidak akan marah…”ujar Rara pelan “Karena mereka tidak ada dirumah. Mereka pergi meninggalkan kami sendirian dirumah” ujarnya lagi dan mulai menanggis.
            Mendengar hal itu Syakila jadi merasa bersalah karena sudah bertanya. Ia mulai memeluk kedua gadis kecil itu dan mencoba menenangkan mereka. “Jangan menanggis lagi, mulai sekarang Kakak yang akan menjaga kalian berdua, jadi jangan menanggis lagi” ucap Syakila. Hari ini Ia telah menemukan sebuah rumah dan juga dua orang adik untuk Ia jaga dengan baik. Syakila berjalan dengan mengandeng kedua gadis kecil itu, mereka terlihat seperti Kakak dan adik yang sesungguhnya.
***
            Udara masih sangat dingin saat Syakila keluar dari rumah kecil itu yang kini menjadi rumahnya. Hari ini Ia harus berusaha mencari pekerjaan agar bisa memberikan kehidupan yang layak untuk kedua gadis kecil yang kini telah menjadi adiknya itu. Semalam Ia telah berjanji akan memasukkan Rara dan Evi kesekolah dasar. Karena itulah kini Ia harus mencari uang untuk mereka. Kedua gadis kecil itu masih tertidur dengan pulas saat Syakila keluar, Ia juga sudah menyiapkan sarapan untuk adik-adiknya itu. Kini Ia mulai melangkahkan kakinya menyusuri jalan jalan kecil dan sederetan rumah yang ada disana. Syakila mulai mencari tempat-tempat yang akan Ia datangi untuk mencari pekerjaan. Tapi hampir semua toko dikawasan itu masih belum buka, hanya satu tempat yang Ia lihat sudah terbuka. Sebuah tempat yang menjual berbagai macam Koran. Ia beranikan diri untuk masuk ketempat itu dan beruntung sekali Karena pemilik tempat itu begitu ramah. Hari itu juga Ia sudah bisa bekerja disana. Ia bertugas menjual Koran-koran itu dijalan.
            “Koran…koran pak..koran..koran” Ia terus menyusuri jalan raya dan sesekali naik keatas metromini yang sedang berhenti. Hari semakin siang dan setengah dari Koran yang di jualnya telah habis dibeli oleh penumpang dan juga pengendara mobil dan motor yang ada dijalan itu. Kini Ia berjalan kembali ke tempat dimana Ia mengambil Koran-koran tersebut. Setelah mengembalikan Koran-koran yang tidak terjual Syakila menerima uang yang tidak terlalu banyak dari pemilik toko itu. Walaupun tidak banyak tapi baginya uang itu cukup untuk Ia dan juga kedua adiknya.
            Syakila berjalan dengan ringan menuju gang rumahnya kini. Tadi sebelum pulang Ia sempatkan untuk pergi ke warung makan dan membeli tiga bungkus nasi plus lauk pauknya. Ia sangat yakin pasti Rara dan Evi sangat senang dengan apa yang Ia bawa kini.
Syakila berjalan dengan tenang melewati rumah dan warung yang ada di kawasan kampung melayu itu. Kakinya terhenti ketika seseorang menyapanya ramah.
            “Baru pulang Syakila?” tanya seorang wanita tua pemilik warung kopi yang ada disana. Syakila merasa kaget saat wanita itu menyapanya. Ia baru satu hari berada dikawasan tersebut dan ternyata kini sudah ada orang yang mengenalnya.
            Syakila berusaha untuk tersenyum dan menjawab pertanyaan itu “Iya Bu,tapi kalau saya boleh tahu, Ibu ini siapa ya dan kenapa bisa tahu nama saya?” tanya syakila panjang lebar. Mpok Imah biasanya orang-orng memanggilnya hanya tersenyum mendengar pertanyaan itu “Saya Imah, yah biasanya orang-orang disini manggil saya Mpok Imah. Tadi Rara sama Evi cerita katanya mereka sekarang punya kakak, cantik lagi dan mereka juga memberitahukan saya nama kamu”
           “Oh, jadi Rara sama Evi yang ngasih tahu mpok Imah nama saya” Syakila menganggukkan kepalanya tanda mengerti. “Kalau begitu saya pulang dulu ya Mpok, kasian Rara sama Evi nungguin” Syakila pamit dan beralalu dari sana. Ia merasa cukup senang hari ini karena bertemu dengan orang-orang yang baik. Dirumah Rara dan Evi menyambutnya dengan senyum lebar. Baru hari ini mereka merasa sangat bahagia. Biasanya mereka selalu menunggu kedua orang tua mereka yang tidak pernah kembali. Namun kali ini berbeda orang yang sekarang mereka tunggu akan selalu pulang kerumah itu, seorang kakak yang sangat mereka impikan.
            Syakila menunjukkan makanan yang baru saja dibelinya. Rara dan Evi tampak begitu senang saat mata mereka melihat begitu banyak makanan lezat yang tidak pernah mereka rasakan. Syakila juga membelikan mereka buku cerita yang yah walaupun murah tapi tetap masih bisa dibaca. Kedua gadis kecil itu tampak begitu senang, dari dulu mereka memang ingin sekali bisa membaca dan menulis dan hal itu kini tampaknya bisa terwujud.
***
            Hari terus berlalu seperti biasanya. Kehidupan Syakila dengan kedua adik angkatnya tak juga kunjung berubah. Namun walau seperti itu Ia tetap bekerja agar kedua adiknya itu dapat belajar membaca dan menulis. Kini Ia duduk termenung di dipinggir jalan. Ia berpikir akan mencari pekerjaan lain selain menjadi loper Koran. Tapi pekerjaan apa yang harus Ia lakukan!. Masih dalam keadaan melamun tiba-tiba dari jalan terdengar suara seseorang memanggilnya.
            “Hei..Koran” jerit suara itu berkali-kali. Syakila yang tadinya melamun langsung tersadar dan berlari kearah orang yang ingin membeli korannya itu.
            “Koran Pak” ucap Syakila ringan. “Iya. Saya mau beli Koran, dari tadi saya panggil-panggil kok baru nyahut sekarang” ucap Bapak-bapak yang membeli korannya dengan nada sedikit kesal.
            “Maaf pak, tadi saya lagi melamun..” ucapnya dan langsung tersenyum memperlihatkan barisan giginya yang putih dan rapi. Bapak-bapak itu memilih Koran yang ingin dibacanya dan setelah itu Ia mengeluarkan uang lembaran sepuluh ribu dari kantong bajunya.
            “Ini..dan kembaliannya ambil saja untuk mu” ujar Bapak-bapak itu. Syakila menghentikan tangannya yang sibuk mencari uang receh untuk kembalian bapak itu. Ia bengong dan merasa tidak percaya dengan pendengarannya. Benarkah kembalian uang ini untuknya?!. Masih dengan rasa tidak percaya Ia masih sempat mengucapkan terimakasih pada bapak yang baik itu. Ia kembali menyebrangi jalan dengan tenang dan perasaan yang bahagia tanpa disadarinya dari tadi sudah ada orang-orang yang mengikutinya dari jauh. Sampai disebrang Syakila kaget karena kini jalannya dihalangi oleh preman-preman yang sepertinya pernah Ia lihat. Orang-orang itu langsung merampas tas miliknya.
            “Wah..banyak juga uangnya” salah satu dari preman itu berkata. Syakila memperhatikan mereka satu persatu dan ternyata benar, orang-orang itu lah yang dulu juga ingin merapas uang milik adik angkatnya. “kembalikan…”ucap Syakila tegas. “Apa..kembalikan, daerah ini adalah kekuasaan kami jadi uang ini adalah milik kami. Apa kau mengerti” ucap seorang yang dipanggil bos oleh yang lainnya. Syakila langsung menarik tas miliknya dari tangan orang itu. Perkelahian pun terjadi. Syakila melaean mereka satu persatu namun karena terlalu banyak, akhirnya syakila terjatuh. Salahsatu dari orang itu sempat ingin menusuknya. Namun hal itu tidak sampai terjadi Karena polisi sudah datang dan menangkap mereka semua. Syakila yang pingsan dibawa kerumah sakit, untunglah tidak ada luka yang serius.
           Sore itu langit terlihat mendung. Sama seperti hati kedua gadis kecil yang sedang duduk dipinggir tempat tidur syakila. Mereka menyentuh tangan syakila. Syakila pun perlahan demi perlahan membuka matanya. Ia tersenyum.
 Langit sore itu memang begitu mendung namun mendung tak selama akan turun hujan. Sama seperti kehidupan yang kini mereka jalani. Kemiskinan tak selamanya membawa kesedihan, namun terkadang kehidupan yang seperti itu harus lebih dihargai dengan kerja keras.

1 komentar: