Chapter 6
Tae
Yong masih berpose seperti yang diperintahkan oleh PD Yun. Kamera masih
mengambil foto-foto pemuda itu. Jung Su juga sibuk memilih-milih pakaian yang
akan dikenakan Tae Yong untuk pemotretan. Sedangkan di pojok lain, Alice duduk
sendirian sambil melihat-lihat berlangsungnya pemotretan. Alice benar-benar
mengerjakan apa yang sudah ia katakan. Pagi-pagi sekali gadis itu sudah ada
didepan pintu rumah Tae Yong, sehingga membuat pemuda itu benar-benar terkejut.
Dan kini gadis itu sibuk mencatat setiap kegiatan pasiennya itu. Sesaat ia
termenung dan juga tersenyum. Hebat sekali dirinya, pagi-pagi sudah harus
bekerja, dan lihatlah dirinya sekarang sudah mirip seperti manager saja. Alice
tertawa sendiri dengan apa yang dipikirkannya. Orang-orang yang ada disana
menatap aneh pada gadis itu. Alice juga bisa melihat ada mata-mata aneh yang
memandangnya. Mungkin mereka berpikir, gadis gila dari rumah sakit mana yang
Tae Yong bawa ketempat itu. Pikiran itu benar-benar membuatnya tertawa.
Tae
Yong tidak konsentrasi dalam pemotretan kali ini. Matanya terus menatap pojok
ruangan empat kali enam itu. Ia terus menatap gadis yang sudah menganggu tidur
nyenyaknya pagi ini. Matanya seperti sinar laser yang siap menghanguskan
lawan-lawannya. Sesaat Tae Yong memicingkan matanya melihat tingkah aneh gadis
itu. Ia juga menggeleng-gelengkan kepalanya. Aneh, unik dan menarik, itulah
yang ia pikirkan saat melihat gadis itu. Setelah PD Yun mengatakan selesai, Tae
Yong langsung berjalan menuju ke tempat Alice. Gadis itu masih melihat
kesana-kemari dan tertawa sendiri.
“Hei!”
Alice terkesiap dan
terlompat kaget “Ah!” matanya memandang Tae Yong kesal.
“Kenapa? Apa aku
mengejutkan mu?” Tae Yong tersenyum senang, sudah dua kali dalam hari ini ia
membuat gadis yang ada dihadapannya itu kesal dan mengumpat tidak jelas.
Alice mendengus
kesal “Kau! sejak kapan ada disini? Aku tidak mendengar suara langkah kaki mu”
“Tentu
saja kau tidak dengar” Tae Yong tersenyum pada kru-kru yang menyapanya “disini
kan berisik dan juga kenapa kau tertawa sendiri seperti itu?” lanjut Tae Yong
sambil bertanya.
“
Kau sudah selesai?” Tanya Alice tanpa menjawab pertanyaan dari Tae Yong.
“Jawab
dulu pertanyaan ku”
“Terserah
aku kan” Alice bangkit dari duduknya dan berjalan mengikuti Tae Yong yang sudah
terlebih dahulu berjalan keluar dari tempat itu serta menghampiri Jung Su yang
masih berbicara pada PD Yun.
“Hyeong, ayo kita makan!” Jung Su
menghentikan pembicaraannya dan menolehkan wajahnya kearah Tae Yong “Tunggu
sebentar!” katanya dan kembali melanjutkan pembicaraannya dengan PD Yun.
“Aku
tunggu di mobil saja kalau begitu” Jung Su mengangguk dan kembali ke topik
pembicaraannya dengan PD Yun. Tae Yong berbalik dan kembali berjalan keluar.
Langit siang itu cerah, salju tidak turun dan matahari bersinar terik, namun
tetap saja tidak hangat. Tae Yong berjalan menuju mobilnya yang terparkir
didepan halaman gedung studio itu, dibelakangnya Alice mengekor. Gadis itu
menatap pria yang kini sudah duduk didalam mobil Van hitam itu dengan seksama.
Apa benar pria ini punya penyakit jantung, pasti ada kesalahan pada pemeriksaan
yang dilakukan dokter Choi. Coba saja lihat, sikapnya itu menjengkelkan sekali!
Alice mendengus dan memalingkan wajahnya kearah lain.
Sunyi!
Tidak ada suara. Ya! Kedua orang yang ada didalam mobil Van hitam itu tidak ada
yang bicara satu sama lain. Mereka terlalu sibuk dengan pikiran masing-masing
bahkan saat Jung Su masuk kedalam mobil itu, kedua orang itu masih dalam
pikiran masing-masing.
“Ah!
Dingin sekali” ucap Jung Su sambil membuka pintu mobil dan memandang kearah dua
orang yang sudah duduk manis didalamnya. Tidak ada yang menanggapi. Jung Su
semakin heran, apa dirinya ini kasat mata, hingga dua orang yang duduk di
bangku belakang ini tidak melihatnya atau bahkan mengomentari perkataannya.
Merasa
bosan melihat dua orang yang sepertinya tidak ingin bicara itu, akhirnya ia
putuskan untuk buka suara “Nah, kita akan makan dimana?” Jung Su melirik Tae
Yong melalui kaca spion. Tidak ada reaksi.
“Yaa!” teriak Jung Su. Tae Yong dan Alice
terkejut dan sama-sama memandang pria yang berada di depan kemudi itu.
“Apa?”
“Aku
tanya, kita akan makan dimana? Bukannya tadi kau bilang ingin makan”
Tae Yong memutar bola matanya. Ia
berpikir. “ditempat biasa saja Hyeong”
katanya lagi setelah lama berpikir.
***
Alice
duduk diam melihat kedua orang pria yang ada dihadapannya itu. Sebenarnya ia
sedikit kesal karena merasa tidak dianggap oleh kedua pria itu. Apa mereka
pikir dirinya ini hantu sehingga mereka tidak bisa melihatnya.
Tae Yong menatap
sekilas gadis yang duduk dihadapannya dan sedang mengaduk-aduk makanannya itu.
Entah kenapa semakin melihat wajah gadis itu ia semakin merasa pernah bertemu
dengannya.
“Alice ssi” panggil Tae Yong
Gadis itu
menghentikan tangannya mengaduk-aduk makanan dan mendongakkan kepalanya menatap
Tae Yong “hm” jawabnya.
“Apa kita pernah
bertemu?” tanya Tae Yong
Alice memutar bola
matanya, mulai mengingat apa pernah bertemu dengan pria yang ada dihadapannya
ini atau tidak. Sedetik kemudian ia menggeleng “Aku rasa tidak pernah”
“Benarkah?!” Tae
Yong memiringkan sedikit kepalanya “tapi rasanya aku pernah melihatmu” ucapnya
sangat yakin. Alice mengerdikan bahunya menanggapi perkataan Tae Yong. Gadis
itu mulai memakan makanan yang sudah dari tadi diaduknya. Di sisi lain Jung Su
melahap makanannya dengan nikmat sedangkan Tae Yong masih memandangi gadis yang
duduk dihadapannya itu dengan berbagai macam pikiran.
Chapter 7
“Son-bae!” Kang Hani berteriak dan berlari
kearah seorang pria yang selama ini dikenalnya. Pria itu berhenti dan menoleh
kesamping melihat seorang gadis tengah berlari kearahnya. Seulas senyum
tersungging dibibirnya.
“Hani
ya! Sudah lama tidak bertemu” sapa
pria itu masih sambil tersenyum. Kang Hani berdiri dengan napas yang masih
terengah-engah. “Kau tetap tidak berubah ya” ucap pria itu lagi.
Kang Hani tertawa
dan kembali memperhatikan pria dihadapannya itu “Son-bae, juga tidak berubah” ia memandangi pria itu dari ujung
rambut sampai ujung kakinya “tetap sama seperti dulu” ucapnya lagi dan tersenyum.
Pria yang bernama Kang Min Ho itu pun ikut tersenyum.
“Kapan son-bae tiba? Kenapa tidak memberitahu
ku, aku kan bisa menjemput mu”
“Aku baru sampai
kemarin. Mianhae, aku tidak sempat
memberitahu mu”
Hani, mendesah dan
kembali tersenyum “Dwaesseo.
Lalu kenapa tiba-tiba kembali ke sini?”
Min Ho mengerdikkan
bahunya “Choi songsaenim memanggil ku
untuk kembali. Aku juga tidak tahu ada apa” Min Ho kembali berjalan dan Hani
mengikuti langkahnya dari belakang. Mereka berbincang-bincang sambil berjalan menuju
kearah ruangan dokter Choi. Sesampainya didepan pintu ruangan dokter Choi,
mereka berpisah. Hani terus berjalan menuju ruang dosen lainnya.
Min Ho mengetuk
beberapa kali pintu ruangan itu, dari dalam terdengar suara menyuruhnya masuk.
“Songsaenim” ucap Min Ho sambil menjabat
tangan dokter Choi. “Kang Min Ho, selamat datang” ucap dokter Choi sambil
mempersilahkan Min Ho duduk.
“Bagaimana
pekerjaan mu disana?” tanya dokter choi yang masih berdiri.
“Menyenangkan” kata
Min Ho sambil tersenyum. Dokter Choi mengambil sebuah buku dan berjalan
menghampiri Min Ho “Benarkah, kalau begitu maaf kan aku yang sudah memanggil mu
tiba-tiba dan meminta untuk kembali ke sini” ucap dokter Choi sambil duduk di
hadapan Min Ho.
Min Ho merasa tidak
enak saat mendengar perkataan dokter Choi “Tidak begitu Songsaenim, saya bisa bekerja disana juga karena bantuan anda” kata
Min Ho “lalu apa yang ingin anda bicarakan?” lanjut Min Ho.
“Lihatlah ini”
dokter Choi memberikan sebuah gambar scan pada Min Ho “lalu kau sama kan dengan
yang ada disini” kemudian memberikan sebuah buku pada pria itu.
“ini..” Min Ho
menatap gambar scan itu dan kemudian kembali menatap dokter Choi.
“Benar, memang
belum pasti tapi aku takut apa yang ada dipikiranku akan terjadi. Karena itu
aku memanggil mu kesini” jelas dokter Choi
Min Ho kembali
menatap gambar scan itu dan kemudian mengangguk “kalau boleh tahu siapa yang
memiliki gambar scan ini?” tanya Min Ho
“Kau pasti
mengenalnya, dia aktor muda yang sedang naik daun saat ini, namanya Kim Tae Yong”
jawab dokter Choi
Min Ho tertegun
saat mendengar nama itu. Sekelebat bayangan muncul di ingatannya, Seraut wajah
cantik sedang tersenyum muncul. Pikirannya kembali kemasa lalu dimana ia masih
bisa melihat gadis itu tersenyum, tertawa , menanggis bahkan marah padanya.
Sudah hampir tiga tahun ini ia bisa melupakan gadis itu, tapi kini, kenapa ia
harus bertemu dengan orang yang akan mengingatkannya dengan gadis itu. Apa ini
nasib? Atau hukuman karena telah melupakan gadis itu.
“Min Ho ssi” Min Ho kembali tersadar saat suara
dokter Choi memanggil namanya. Ia kembali menatap dokter tua itu “ah, Ye Songsaenim”
ucapnya cepat.
“Bagaimana? Apa kau
bisa membantuku?”
Min Ho terdiam
sejenak dan menghela napas, kemudian Ia mengangguk mantap “Baiklah, aku akan
berusaha membantu anda Songsaenim”
ujarnya pasti. Jawabannya ini disambut gembira oleh dokter Choi dan dokter tua
itu mengangguk sambil tetap tersenyum.
Selesai berbicara
dengan dokter Choi, Min Ho pamit keluar dari ruangan itu. Ia berjalan melalui
lorong kampus yang dulu sering dilaluinya. Sesekali ia memandangi tempat-tempat
yang memang dulu pernah meninggalkan banyak kenangan baginya. Mengingat
kenangan-kenangan itu membuat seulas senyuman di bibirnya.
“Son-bae! Mwo haeyo?”
Hani berdiri dibelakang Min Ho yang masih menatap ruang kelas yang sudah
kosong.
“Eo,aniyo
keunyang...”
Min Ho menoleh kebelakang kemudian menunjuk kearah kelas kosong, mata Hani mengikuti
kemana tangan Min Ho menunjuk. Mereka berdua termenung menatap ruang kosong
itu, ingatan mereka berlari kemasa lalu dimana mereka selalu tertawa bersama,
mengerjakan tugas bersama dan masih banyak lagi. Namun kini saat menatap ruang
itu ada sesuatu yang hilang, kini mereka tidak lagi bersama. Orang yang mereka
sayangi tidak lagi bisa bersama dengan mereka.
“Apa kau sudah
melupakannya son-bae?” Hani membuka
suara memecahkan kesunyian di ruangan itu.
“Ana eonni, apa kau sudah melupakannya Son-bae?” ulang Hani
Min Ho mendesah,
bibirnya menyunggingkan sulas senyum tapi bukan senyum bahagia. Ia menggeleng
pelan dan menatap Hani yang kini juga sedang menatap dan menunggu jawabannya.
“Apa kau sudah
melupakannya?” tanya Min Ho. Hani langsung menggeleng dengan cepat “Aku tidak
akan pernah melupakannya. Dia adalah teman dan juga kakak terbaik yang pernah
aku miliki” ucap Hani.
“Benar, dia juga
gadis terbaik yang pernah aku miliki” ujarnya pelan namun penuh dengan
ketulusan. Mereka berdua kembali termenung, sedetik kemudian mereka kembali
berjalan di lorong yang kini telah sepi itu.
Chapter 8
“Shin Ae ssi” panggil
seorang wanita bertubuh kurus yang di kantong kirinya tersemat kartu karyawan
sebuah perusahaan production house. Wanita yang bernama Bong Shin Ae itu
menghentikan langkah kakinya dan menoleh kebelakang. Seulas senyum terukir
dibibirnya yang tipis.
“Eo, eonni, ada apa?” Shin Ae memanggil
wanita yang bernama Han yoo jin itu dengan panggilan eonni, karena wanita itu lebih tua empat tahun darinya.
Yoo
Jin memberikan sebuah amplop coklat pada Shin Ae “Ini, tadi sutradara Jang
memintaku memberikan ini pada mu. Oh ya dia juga bilang untuk kau
menghubunginya” ucapnya “Nah, aku pergi dulu ya” Yoo jin berjalan meninggalkan
Shin Ae yang masih menatap bingung dengan amplop coklat yang ada di tangannya.
“Apa
ini” Shin Ae berjalan keluar sambil membuka amplop tadi dan melihat isinya. Ada
sebuah naskah didalamnya, Shin Ae membaca bagian awal naskah itu. “cih” Ia
tersenyum sinis saat membaca awal naskah itu dan kemudian membuangnya ketempat
sampah yang ada diluar ruangan itu.
“Eomeo!
Sutradara Jang, kau lihat itu, dia membuangnya” ucap Yoo Jin dengan
terkejut. Sutradara Jang hanya tersenyum melihat tingkah Shin Ae yang tidak
pernah berubah dari dulu.
“Kenapa
dia tidak pernah berubah sih, aku heran. Dia pikir dirinya itu hebat apa !”
ucap Yoo Jin kesal. Sutradara Jang memegang pundak Yoo Jin berusaha menenangkan
wanita kurus itu “Sudahlah, tidak usah diambil pusing. Nanti dia sendiri yang
akan datang menemui kita” ujarnya masih sambil menenangkan Yoo Jin. Mereka
memandang wanita yang baru saja keluar itu dengan berbagai ekspresi.
Shin
Ae berjalan menjauhi gedung itu menuju mobilnya yang terparkir tidak jauh dari
sana. Ia mengeluarkan ponselnya dari dalam tas dan menelepon seseorang. Ia
masih berbicara dengan orang yang ditelponnya dan setelah selesai berbicara
barulah ia mengemudikan mobilnya keluar dari area gedung Production House itu.
Mobil
itu melaju dengan kecepatan sedang melewati area pertokoan didaerah Myeong-Dong.
Ia berhenti disalah satu toko yang ada disana dan membeli beberapa souvenir,
setelah itu ia kembali melanjutkan perjalanannya menuju perumahan elit Cheongdam-dong di kawasan
Gangnam ,Seoul. Mobil biru metalik itu berhenti di depan rumah mewah bercat
kuning gading. Shin Ae keluar dari dalam mobilnya sambil membawa beberapa
tentengan, bibirnya tersenyum menatap rumah mewah itu. Ia berjalan kesana dan
menekan bel yang ada disamping pintu pagar besi itu. Beberapa menit kemudian
pintu terbuka. Shin Ae berjalan masuk kedalam rumah bergaya eropa tapi masih ada
sedikit aksen korea itu. Gadis itu berdiri didepan pintu dan tersenyum.
“Annyeong haseyo,
ajumma”
ucap Shin Ae sambil tersenyum
Wanita paruh baya yang membukakan pintu
itu sedikit terkejut melihat wanita muda yang kini berdiri dihadapannya “Eomeo, nuguya,
Shi Ae ya?” wanita paruh baya itu
menyambut Shin Ae dengan hangat.
“Ne, ajumma”
jawab Shin Ae. Gadis itu langsung memberikan barang yang dibawanya kepada wanita
paruh baya yang ternyata adalah Ibu Tae Yong, Yoon Tae Hee.
“Sudah
lama sekali kau tidak kesini, bagaimana kabarmu?” sapa Tae Hee
Shin
Ae sedikit tertawa dan tersipu-sipu saat Tae Hee bertanya padanya “Aku
baik-baik saja” ucapnya singkat. Matanya kemudian memandang sekeliling rumah
itu seperti mencari sesuatu dan hal itu disadari oleh Tae Hee “Tae Yongi tidak tidak tinggal disini” kata Tae
Hee mengetahui isi pikiran Shin Ae.
“oh, geurae!”
ucap Shin Ae kecewa. Tae Hee mengangguk mengiyakan.
Tae
Hee bukanlah seorang ibu yang selalu ikut campur dengan urusan anaknya apalagi
masalah cinta, ia percaya pada pilihan anaknya sendiri, sehingga ia tidak perlu
ikut campur dengan urusan anak-anak muda itu. Walaupun Shin Ae dulu sudah
meninggalkan anaknya, Tae Hee masih tetap besikap baik pada gadis itu. Ia tidak
akan menyalahkan gadis itu, karena ia percaya bila mereka memang berjodoh pasti
mereka akan kembali, namun bila tidak jodoh ya mau diapakan lagi.
“Lalu,
sekarang Tae Yong tinggal dimana, apa aku boleh tahu ajumma?”
Tae
Hee mendesah, ia tidak tega juga melihat raut kecewa gadis itu “Baiklah, akan
aku tuliskan alamatnya untuk mu” kata Tae Hee. Wanita paruh baya itu berjalan
kearah kamarnya dan saat kembali ia sudah memegang selembar kertas yang
berisikan alamat rumah anaknya.
“Ini”
Tae Hee memberikan selembar kertas tersebut pada Shin Ae, dan Shin Ae
menyambutnya dengan senyum lebar. “Kamsahaeyo
ajumma” tak lupa ia ucapkan terimakasih.
“Oh,
apa kau sudah makan? Kalau belum, makan disini saja” Tae Hee menawarkan gadis
itu untuk makan dirumahnya.
Shin
Ae langsung menggeleng “tidak usah ajumma,
aku sudah makan dan sekarang aku harus pergi “ Shin Ae berdiri dari duduknya
dan mengenakan kembali matel bulunya serta berpamitan pada Ibu Tae Yong. Walau
sedikit kecewa namun Tae Hee tidak mempermasalahkan itu dan mengantarkan Shin
Ae kedepan rumahnya. Saat itu udara semakin dingin walaupun salju tidak turun.
Shin
Ae masuk kedalam mobilnya dan mulai menghidupkan mesin mobil, sebelum
menjalankan mobilnya ia kembali melihat secarik kertas yang didapatkannya tadi.
Ia kembali tersenyum dan mulai menjalankan mobilnya menuju alamat yang tertulis
didalam kertas itu.
***
Alice
baru saja selesai memeriksa Tae Yong. Tadi setelah makan mereka harus pergi
lagi ke sebuah acara amal dan baru pulang sekitar pukul tiga sore. Alice merapikan
kembali alat-alat medisnya, sesaat ia melirik jam dinding yang terpajang indah
diruang tamu rumah mewah itu, sudah pukul empat lewat lima menit. Alice
menghela napas panjang, hari ini ia juga harus kembali ke kampus untuk
memberikan laporannya kepada dokter Choi. Tadinya ia harap hari ini Tae Yong
akan pulang lebih awal, namun ternyata harapan cuma tinggal harapan, ternyata setiap
hari pria itu selalu sibuk, kadang syuting, pergi ke acara amal, pemotretanlah
dan masih banyak lagi. Sampai kapan ia harus seperti ini. Gadis itu kembali
menghela napas panjang.
Tae
Yong memperhatikan Alice yang sedari tadi sudah dua kali menghela napas. Ia
memperhatikan setiap gerak-gerik gadis itu, lucu, aneh tapi menyenangkan. Ia
berpikir Alice adalah gadis yang menyenangkan, setiap ekspresi wajahnya selalu
membuat Tae Yong tersenyum dan terkadang ingin menggodanya. Terlintas satu ide
dalam otaknya, entah kenapa ia ingin melihat apakah gadis itu bisa memasak atau
tidak.
“Alice
ssi” panggil Tae Yong. Alice menoleh
“Ye” jawabnya cepat.
“Apa
kau bisa memasak? Aku lapar sekali dan kau tahu aku tidak bisa memasak. Tolong
masakkan sesuatu untukku” ucap Tae Yong dengan nada menyuruh dan sedikit
berbohong mengenai dirinya yang tidak bisa memasak.
Alice
tertegun sesaat, keningnya berkerut memikirkan ucapan pria yang ada
dihadapannya itu. Apa katanya tadi, dia
menyuruhku memasak? Dia pikir aku ini pembantunya ya atau dia ingin
mempermainkanku, oh Tuhan kenapa aku harus bertemu dengan orang seperti ini
sih. Tapi kalo aku tidak menuruti keinginannya bisa-bisa dia mengadukanku pada
dokter Choi dan nilaiku yang akan bermasalah. Alice kembali menghela napas.
Cukup
lama berpikir, Alice kembali menghela napas panjang “Baiklah, tunggu sebentar”
Alice secepat kilat memasukkan alat-alat
medisnya, kemudian ia berjalan kearah dapur. Sampai didapur ia kembali
termenung, kali ini ia bingung masakan apa yang harus ia buat untuk pria itu.
Ia sama sekali tidak tahu makanan apa yang disukai oleh Tae Yong. Kemudian ia
mulai memeriksa isi kulkas pria itu, ia hanya menemukan bihun dan juga sayur
mayur . Apa yang bisa ia buat menggunakan bahan-bahan ini? Dan akhirnya tanpa
pikir panjang Alice mulai membuat masakan yang ada dalam pikirannya.
Tae
Yong memperhatikan alice yang sibuk di dapur melalui ruang tempat ia menonton
televisi yang memang langsung berhadapan dengan dapur. Sesekali ia tertawa geli
melihat ekspresi wajah gadis itu yang terkadang mengomel tidak jelas. Tae Yong
masih asik memperhatikan Alice ketika bel rumahnya berbunyi. Tae Yong bangkit
dari duduknya dan kemudian berjalan menuju pintu, ketika membukakan pintu dan
melihat siapa yang berdiri didepan pintunya seketika Tae Yong mematung.
“Tae
Yong a” panggil Shin Ae “Annyeong” ucapnya lagi dan tersenyum.
Tae
Yong masih belum bereaksi, namun sedetik kemudian ia kembali seperti semula
“Shin Ae ya” ucapnya tidak yakin
“Ke..kenapa kau ada disini?” tanyanya lagi.
Belum
sempat Shin Ae menjawab suara Alice sudah menyadarkan Tae Yong dari
keterkejutannya “Tae Yong ssi,
makanannya sudah siap” Alice berkata sambil berjalan mendekati Tae Yong.
“Eo” Tae Yong berbalik dan melihat Alice.
Shin Ae yang terkejut ikut melihat kearah Alice, matanya menatap gadis itu
penuh tanya. Sedangkan Alice masih tidak tahu dengan situasi yang sedang
terjadi, matanya bertemu dengan mata Shin Ae. Alice membungkuk sopan dan
menyapa gadis itu “Annyeong haseo”
“Eo, annyeong” balas Shin Ae yang masih
menatap alice dengan penuh tanda tanya.
Alice
masih bingung dengan situasi yang tejadi saat ini, ia kemudian menatap Tae Yong
seakan bertanya ‘Apa aku sudah berbuat salah’. Tae Yong menatap Alice dan Shin
Ae bergantian, setelah itu ia memperkenalkan Alice pada Shin Ae.
“Shin
Ae ya” panggilnya. Shin Ae
mengalihkan pandangannya ke arah Tae Yong “Eo”
ucapnya menyahut panggilan Tae Yong.
Tae
Yong menarik Alice mendekat kearahnya. Alice terkejut namun tidak sempat
melepaskan dirinya dari tangan Tae Yong. Kini ia dan Tae Yong berdiri
berdampingan, sebelah tangan Tae Yong merangkul pundaknya dan seketika Alice
langsung menatap pria itu dengan bingung.
“Kenalkan,
ini Alice” kata Tae Yong sambil menatap Alice dan tersenyum “Pacarku” katanya
lagi dan membuat Alice terbelalak tidak percaya. Apa katanya tadi ‘Pacar’ sejak
kapan ia menjadi pacarnya. Laki-laki ini aneh sekali. Sedangkan Shin Ae diam
mematung saat mendengar kata terakhir yang diucapkan Tae Yong. Matanya masih
menatap Tae Yong, seakan mencari kebenaran dari kata-katanya tadi.
“Alice,
kenalkan ini Shin Ae, temanku” ucap Tae Yong lagi. Alice menatap mata Tae Yong
dan entah kenapa mata itu seakan meminta untuk ditolong.
“Oh,
aku Alice” Alice mengulurkan tangannya untuk menjabat tangan Shin Ae dan gadis
itu menyambut uluran tangan Alice ragu-ragu. Saat menyentuh tangan Shin Ae,
Alice merasa tangan gadis itu gemetar, entah karena ia kedinginan atau karena
ia tidak mau percaya dengan apa yang baru saja didengar dan dilihatnya.
“Shin
Ae ssi, Gwaenchana? Tangan mu dingin dan gemetar” Alice bertanya dengan
nada khawatir, sisi kedokterannya muncul begitu saja.
Shin
Ae mengangguk “Aku baik-baik saja”, Alice menatap Tae Yong sejenak meminta ijin
untuk membolehkan gadis itu masuk, Tae Yong memahami tatapan Alice dan
mengangguk, kemudian Alice mengajak Shin Ae masuk kedalam dan segera
membuatkannya segelas teh hangat.
Shin
Ae duduk di sofa panjang dengan perasaan campur aduk, ia berusaha menenagkan
diri dan meminum teh hangat yang sudah dibuatkan Alice untuknya. Alice
memandang Shin Ae dengan perasaan iba, ia memang tidak tahu ada masalah apa
sebenarnya antara Tae Yong dengan gadis yang ada dihadapannya ini, tapi melihat
keadaan gadis ini sekarang membuatnya jadi merasa bersalah.
“Shin
Ae ssi, apa kau lapar? Aku baru saja
membuat japchae”
Alice menawarkan Shin Ae untuk makan japchae
buatannya. Shin Ae langsung menggeleng dan tersenyum, senyum yang
dipaksakan “Tidak, aku tidak lapar. Oh, sepertinya aku harus pergi, aku kesini
hanya sekedar menyapa saja, karena sudah lama aku tidak bertemu dengan Tae
Yong” jawab Shin Ae. Ia kemudian berdiri dan berjalan menuju pintu, di
belakangnya Alice dan Tae Yong mengikuti.
“Oh,
sayang sekali” Alice berucap dengan polosnya.
“Baiklah,
berhati-hatilah mengemudi” Tae Yong berkata dengan dingin. Shin Ae mengangguk
dan kemudian pamit kepada Alice dan juga Tae Yong.
***
Alice
duduk dihadapan Tae Yong yang sedang melahap japchae buatannya. Mulutnya terasa gatal karena ingin bertanya,
tapi ia sedikit ragu apakah pria ini akan menjawab pertanyaannya atau malah
marah-marah padanya. Sesekali ia berdeham dan melihat reaksi Tae Yong. Tapi
tidak ada reaksi apapun, pria itu masih asik dengan makanannya. Ia beranikan
diri untuk bertanya.
“Tae
Yong ssi” panggil Alice. Tae Yong
menghentikan makannya dan menatap Alice “hm”.
“Kenapa
kau berbohong pada gadis itu?” tanya Alice
“Tidak
kenapa-kenapa” jawab Tae Yong asal dan kembali asik dengan makanannya.
Alice
tidak begitu saja percaya dengan jawaban pria itu “Apa dia mantan kekasihmu?”
tanya Alice lagi. Tae Yong melirik Alice sekilas dan kemudian kembali lagi
menatap makanannnya.
“Apa
dia mencampakkan mu?” Alice masih terus bertanya. Tae Yong tersedak saat Alice
mengucapkan kata ‘mencampakkan’. Melihat Pria yang ada dihadapannya ini
bertingkah aneh, Alice semakin yakin kalau tebakannya benar. Merasa kasihan
Alice langsung mengambilkan minum dan memberikannya pada Tae Yong yang masih
terbatuk-batuk.
“Kau
ini menyedihkan sekali ya” ucap Alice masih menatap Tae Yong yang meminum habis
air nya.
“Mwo?” Tae Yong menatap Alice kesal “Yaa! Bukannya tadi kau mau pergi, kenapa
masih disini? Lihat sudah jam berapa ini?”
Alice
kembali teringat bahwa ia harus memberikan laporannya pada dokter Choi, ia
langsung memukul kepalanya sendiri karena bisa-bisanya melupakan hal yang
paling penting. Alice langsung menyambar jaket kulitnya dan segera mengenakannya
“Tae Yong ssi, aku pergi dulu”
ucapnya sambil berjalan menuju pintu.
Tae
Yong melihat Alice yang begitu terburu-buru jadi merasa bersalah pada gadis itu
karena telah menahannya untuk memasak dan juga bertemu dengan Shin Ae “Tunggu
sebentar, jangan kemana-mana” ucap Tae Yong. Pria itu berjalan kekamarnya
mengambil jaket dan juga kunci mobil, kemudian ia kembali berjalan kearah Alice
yang masih berdiri didepan pintu “Ayo, aku antar” ucapnya lagi.
Alice
masih berdiri didepan pintu melihat Tae Yong yang sudah berjalan duluan keluar.
Aneh! Pikirnya, sudah hampir satu minggu ini ia bersama dengan pria itu dan
hari inilah sikap pria itu yang menurut Alice paling aneh. Biasanya Tae Yong
tidak akan mau mengantarnya walaupun itu hanya sekedar mengantar ke depan
pintu, tapi hari ini pria itu bahkan mau mengantarnya kerumah sakit ketempat
dokter Choi.
“ALICE
SSI”
Alice
tersadar dari lamunan, dan berlari menyusul Tae Yong yang sudah berada didepan
mobilnya. Secepat mungkin ia menghilangkan pikiran-pikiran anehnya tadi.
Mungkin memang sikap Tae Yong yang sebenarnya adalah seperti ini, baik dengan
siapa saja.
“Ayo” Tae Yong sudah naik dan menghidupkan mesin
mobil, Alice berjalan ke samping membuka pintu dan duduk di samping Tae Yong,
tak lupa ia kenakan sabuk pengaman. Selama dalam perjalanan Alice sesekali
melirik Tae Yong yang serius mengemudi. Ia sedikit merasa canggung karena hanya
berdua saja dengan Tae Yong dalam satu mobil, biasanya ada Jung Su diantara
mereka.
Merasa
diperhatikan Tae Yong buka suara “Wae?”
“Mm!”
jawab Alice bingung.
“Kenapa
dari tadi kau melihatku terus?”
“Aku,
kapan?” Alice menjawab dengan gugup karena katahuan telah menatap pria
disampingnya ini.
Tae
Yong mendecak “Barusan kau melirikku kan?” ucapnya Yakin
“Ani, aku sedang melihat pemandangan
disebelah sana” Alice menunjuk-nunjuk kearah Tae Yong, tidak tepatnya kearah
jendela disamping Tae Yong “memangnya kalau aku melihat kearahmu itu berarti
aku sedang melihatmu begitu. Jangan terlalu ke ge-eran Tae Yong ssi”
“Bukan
begitu, habisnya kau melirik-lirik seperti itu jadi aku..” Tae Yong bingung
harus bicara apa lagi. Alice disampingnya sudah terkikik melihat ekspresi wajah
Tae Yong yang sedang panik ini, benar-benar lucu.
“Yaa!” teriak Tae Yong kesal dan membuat Alice
berhenti tertawa, kini ia hanya mengulum senyum menahan tawa. “Jangan tertawa
lagi kalau tidak ingin aku turunkan ditengah jalan” ancam Tae Yong .
“Mianhae..mian” Alice menarik napas
panjang berusaha untuk tidak tertawa lagi.
Hening kembali. Tae Yong kembali ingin
berbicara namun gerakan bibirnya terhenti ketika mendengar bunyi nyaring dari
ponsel milik Alice. Gadis itu buru-buru mengangkat telpon yang ternyata dari
Ibunya di Indonesia.
“Ya,
Ibu!” ucap Alice dengan bahasa Indonesia sehingga membuat Tae Yong meliriknya
sekilas. “Aku makan dengan teratur” ucap Alice lagi.
“Apa?
Tidak disini dingin sekali bu, ya aku mengerti” Alice menutup pembicaraan. Tae
Yong masih merasa asing mendengar bahasa yang digunakan Alice tadi. Ia memang
pernah mendengar bahasa itu saat konsernya beberapa minggu lalu di Indonesia,
tapi ia tetap tidak bisa memahami bahasa itu, menurutnya itu bahasa yang paling
susuah ia pelajari.
“Siapa?”
tanya Tae Yong spontan tanpa bermaksud benar-benar bertanya.
“Oh,
itu Ibuku” jawab Alice singkat tanpa ingin menjelaskan apa-apa lagi. Tae Yong
mengangguk mengerti.
“Apa
kau merindukan orang tuamu?” tanya Tae Yong lagi karena melihat raut wajah
Alice yang menjadi sedih ketika berbicara dengan Ibunya tadi.
“Eo, sangat rindu”matanya menerawang
menatap jalanan lurus didepan, otaknya kembali mengingat raut wajah Ayah dan
Ibunya yang sedang tersenyum bahagia.
“Kalau
kau begitu sedih meninggalkan mereka, kanapa kau mau kuliah disini?”
Alice
menatap Tae Yong, hari ini kenapa pria ini banyak sekali bicara “Karena ini
adalah janjiku pada seseorang”
“Janji?
Pada siapa?”
Alice
menyipitkan matanya menatap Tae Yong “Tae Yong ssi, apa kau begitu ingin tahu tentang diriku?” ia balik bertanya. Ia
merasa aneh dengan pria yang sedang menyetir ini. Kemarin-kemarin pria ini
seolah tidak peduli dengannya bahkan menganggapnya kasat mata, tapi hari ini
pria ini banyak sekali bertanya. Benar-benar aneh. Apa semua pria seperti ini?!
“Kalau
kau tidak mau memberitahu ku, ya sudah” ucap Tae Yong seakan tidak peduli.
“Seseorang
yang sangat berarti dalam hidupku”
Tae
Yong menatap Alice sekilas kemudian kembali mengalihkan pandangannya kearah
jalanan. ‘Seseorang yang sangat berarti’ Tae Yong mendengus saat mengulang
kata-kata Alice didalam pikirannya. Tae Yong sangat yakin siapa orang yang
sangat berarti bagi Alice itu ya pastilah seorang Pria, begitulah wanita, akan
melakukan apapun demi pria yang dicintainya atau yang disukainya, walaupun itu
harus meninggalkan orang tua atau bahkan meninggalkan kekasihnya sendiri. Tae
Yong jadi merasa kesal sendiri.
“Kenapa
kalian wanita seperti itu sih?!” Tae Yong berkata dengan nada kesal, marah atau
bahkan benci.
“Mm?”
Alice mengerutkan keningnya bingung dengan perkataan Tae Yong. Kenapa lagi pria
ini, tadi masih baik-baik saja dan dalam sepersekian detik moodnya sudah berubah seratus delapan puluh derajat “Apa?”
“Kenapa
kalian seperti itu, meninggalkan keluarga hanya untuk seorang pria yang mungkin
belum tentu akan menikah dengan kalian” ucap Tae Yong , nada suaranya sedikit
tinggi membuat Alice semakin mengerutkan keningnya.
“Apa
maksudmu? Kau ini kenapa? Kenapa marah-marah seperti itu padaku?” ucap Alice
emosi, ia kesal melihat Tae Yong yang seakan akan menuduhnya melakukan hal yang
tidak-tidak. Alice jadi menyesal dengan pikirannya tadi yang menganggap bahwa
pria ini memiliki sifat baik.
Tae
Yong ingin membuka mulut lagi, namun tidak jadi. Ia sadar dirinya sudah salah,
tidak seharusnya ia menyalahkan gadis yang duduk disampingnya ini. Gadis ini
tidak ada hubungannya dengan sakit hati yang ia rasakan. Ia jadi menyesal sudah
mengatakan hal seperti itu.
“Mianhae” ucapnya tulus benar-benar
meminta maaf.
“Dwaesseo” ucap Alice sedikit menurunkan
nada suaranya, sudah tidak terlihat kesal lagi.
Tae
Yong dan Alice membisu, tidak ada yang bicara sampai mobil biru itu berhenti
tepat dihalaman parkir Rumah sakit. Alice melepas sabuk pengaman dan keluar
dari mobil itu sambil mengambil tas medisnya yang ada dibangku belakang. Alice
masih tampak tidak ingin berbicara.
“Alice
ssi, aku benar-benar minta maaf, tadi
aku tidak bermaksud marah-marah padamu”
Alice
menghela napas panjang dan berusaha untuk tersenyum “Tidak apa-apa, terimakasih
sudah mengantar ku” Tae Yong ikut tersenyum dan mengangguk. Alice berjalan
menjauhi Tae Yong dan masuk kedalam Rumah sakit.
Tae
Yong masih memandangi punggung gadis yang kini telah masuk kedalam rumah sakit
besar itu. Ia menghela napas, masih ada sedikit rasa bersalah dalam hatinya
walaupun Alice tidak lagi marah padanya. Ia tidak mengerti dengan dirinya
sendiri. Tae Yong kembali menghidupkan mesin mobil dan menjalankan mobilnya
menjauhi gedung serba putih itu. Sesampainya dirumah ia harus menjernihkan
kembali pikirannya.
Chapter 9
“Tunggu
sebentar” ucap Hani dari dalam apartemennya. Sudah berkali-kali bel
apartemannya berbunyi, entah siapa yang datang berkunjung malam-malam dingin
begini. Hani memutar kunci dan membuka pintu. Seraut wajah tampan yang
tampaknya sudah kedinginan muncul dari balik pintu. Mata Hani terbelalak
melihat siapa yang datang.
“Son-bae”
Min
Ho tersenyum hangat saat melihat Hani yang terkejut melihat dirinya “Annyeong” ucap Min Ho sambil mengangkat
salah satu tangannya keatas. Hani mempersilahkannya masuk dan masih dengan rasa
penasaran Hani bertanya “Ada apa Son-bae
kesini?”
“Aku
ingin mengajak mu makan, ayo temani aku makan. Tidak enak rasanya makan
sendiri” ucap Min Ho sambil melihat sekeliling rumah. Saat itu pula Alice
keluar dari kamarnya dan menatap Min Ho bingung, begitu pula Min Ho, matanya
terhenti saat melihat seorang gadis yang keluar dari kamar yang dulu sering
dipakai Ana. Hani menatap Min Ho yang sedang terbengong-bengong melihat Alice.
“Ah,
Son-bae aku kenalkan” ucap Hani dan membuyarkan lamunan Min Ho. Min Ho menatap
Hani seakan bertanya ‘siapa gadis itu’.
“Alice
ssi” panggil Hani, Alice melangkahkan
kakinya ketempat Hani “kenalkan Ini Kang Min Ho, senior kita dikampus” ucap
Hani memperkenalkan.
“Son-bae ini Alice, mahasiswa pindahan
dari Indonesia”
Alice
sedikit membungkukkan badannya menyapa Min Ho “Annyeong haseyo”
“Ah, Ne annyeong” ucap Min Ho sopan
“Alice
ssi, kau belum makan kan?” tanya Hani
dan dijawab dengan anggukan Alice “Son-bae
mau mentraktir kita makan, kau mau ikut kan?”
Alice
bingung menjawab apa “Ne, tapi apa
tidak apa-apa aku ikut?”
Hani
menatap Alice kemudian menatap Min Ho “Son-bae,
tidak apa-apa kan temanku ini ikut?”
Min
Ho mengangguk “Tidak apa-apa, lebih banyak lebih seru kan” ia kembali
tersenyum.
“Baiklah
tunggu sebentar ya Son-bae” Hani berlari kekamarnya dan mengambil mantel
tebalnya. Alice juga melakukan hal yang sama. Sedangkan Min Ho menunggu mereka
didalam mobilnya.
***
Alice,
Hani, dan Min Ho sudah duduk disebuah kedai makan dipinggir jalan kota seoul.
Min Ho sibuk membolak balikkan daging yang sedang dipanggangnya. Sedang kan
Hani sibuk menjelaskan berbagai macam hal mengenai makanan korea.
“Kau
tahu, bulgogidisini
sangat enak sekali, sojunya
juga enak, kau harus mencobanya” ucap Hani sambil membuka tutup botol soju yang baru saja dipesannya.
“Hani
ssi, mian” kata Alice berhati-hati “Aku tidak bisa minum yang
beralkohol” ucapnya lagi
“Oh,
geurae?” Alice mengangguk dan sekali
lagi meminta maaf “ tidak apa-apa. Ajumma,
tolong air mineral satu ya” ucap Hani pada penjual di tempat itu.
“Oh,
Alice ssi, apa benar kau berasal dari
Indonesia?” Min Ho membuka pembicaraan.
“Ye” ucap Alice singkat. Min Ho
memperhatikan gadis itu dengan seksama, tadi saat pertama kali melihat Alice
keluar dari kamar, sejenak ia seperti melihat Ana. Min Ho memperhatikan gadis
itu, wajahnya, mata bulatnya, rambut hitamnya dan juga senyumannya
mengingatkannya pada Ana. Mereka benar-benar mirip, apa karena sama-sama dari
Indonesia.
“Alice
ssi, apa kau punya saudara?” tanpa sadar Min Ho bertanya, ia ingin tahu apakah
gadis ini memiliki saudara, karena gadis ini begitu mirip dengan Ana.
“Sekarang
tidak” Min Ho dan Hani saling pandang mendengar ucapan Alice. Apa maksudnya
dengan sekarang tidak. Berarti dulu ia punya, begitukah?
“Museun soriya?”
tanya Hani
“Dulu
aku punya seorang kakak perempuan, tapi sekarang dia sudah pergi” Alice
menunduk dan terlihat sedih.
“Ah,
mianhae” kata Min Ho dan Hani bersamaan.
Alice langsung menggoyang kan tangannya “Tidak apa-apa” ucapnya.
“Yak,
mulai hari kau tidak perlu bersedih lagi. Kau bisa menganggap kami sebagai
kakakmu, benarkan son-bae?”
Min
Ho mengangguk “Kau bisa memanggilku oppaitu
kalau kau mau”
“Oppa!” Alice merasa canggung memanggil
seniornya itu dengan sebutan ‘oppa’
itu terasa aneh untuknya dan lagi mereka baru saja bertemu dan berkenalan.
“Benar
seperti itu” ucap Min Ho kembali dan tak lupa memberikan daging bakar yang
sudah jadi kepada Alice. “Kamsahaeyo,
oppa” ucapnya lagi dan tersenyum
malu.
“Yaa, son-bae.
Apa aku juga boleh memanggilmu oppa?”
tanya Hani. Min Ho mengangguk.
“Jinjja?” sekali lagi Hani bertanya
meyakinkan dan Min Ho kembali mengangguk. “Wuah, kalau aku tahu begitu dari
dulu saja aku memanggilmu oppa”
ucapnya lagi.
“Itu
salahmu sendiri, aku tidak pernah menyuruhmu memanggilku secara resmi kan, kau
sendiri yang memanggilku begitu” Min Ho memasukkan daging bakarnya kedalam
mulut.
“Itu
kan karena aku menghormati mu sebagai senior” Hani kembali meneguk sojunya yang masih tersisa. “Hani ssi jangan minum terus. Kau belum
memakan sedikitpun daging bakarnya” Alice merasa khawatir melihat Hani yang
dari tadi hanya minum soju dan belum
makan sedikitpun.
“Baiklah-baiklah,
aku akan makan. Kau ini persis sekali dengan eonni yang selalu megkhawatirkan orang lain” Hani mengambil daging
yang ada diatas pemanggang dan memasukkannya kedalam mulutnya.
Alice
tersenyum saat Hani mengatakan ia mirip dengan Ana eonni, walaupun orang yang mengatakan itu tidak tahu kalau Alice
dan Ana adalah saudara, ia tetap bahagia. Alice kembali melanjutkan makannya
dan kembali mengobrol dengan sahabat-sahabat kakaknya ini.
Chapter 10
“Jung
su ssi”
Park Jung Su yang baru keluar dari
mobilnya langsung membalikkan badan dan melihat siapa yang memanggilnya. Dari
kejauhan ia melihat sutradara Jang sedang berjalan dengan tergesa-gesa
kearahnya. “Sutradara Jang? Ada apa?” tanya Jung Su saat sutradara Jang sudah
berdiri dihadapannya.
“Ah,
Jung Su ssi” matanya melirik kedalam
mobil Jung Su “Tae Yong tidak ikut?” katanya lagi.
Jung Su menggeleng
“Tidak, hari ini dia tidak ada jadwal syuting atau pun pemotretan. Kenapa?”
Sutradara Jang
mengeluarkan sebuah amplop coklat dari dalm tasnya dan memberikan amplop itu
pada Jung Su. Jung Su menerima amplop itu dengan kening berkerut “Apa ini?”
“Kau lihatlah dulu,
aku harap Tae Yong mau bermain di drama ini”
Jung Su membuka
amplop coklat itu dan mengeluarkan isinya. Ada sebuah naskah didalamnya. Jung
su membuka halam awal, matanya terus membaca karakter-karakter serta para
pemain yang akan berpartisipasi dalam drama itu. Seketika matanya terhenti
disebuah nama dengan tinta merah, nama yang sangat ia kenal “Bong Shin Ae”
tanpa sadar ia mengucapkan nama itu, pelan namun tetap terdengar oleh sutradara
Jang.
“Benar, Shin Ae
akan bermain juga dalam drama ini. Apa kau tidak suka?”
“Tidak bukan
begitu, hanya saja anda pasti juga sudah mendengarnya bahwa hubungan Shin Ae
dan Tae Yong itu tidak begitu baik” jelas Jung Su
“Ya, aku memang
pernah mendengar itu, karena itulah Jung Su ssi
aku memasukkan mereka berdua dalam drama ini, agar hubungan yang tidak baik
bisa menjadi baik. Baiklah aku akan menunggu kabar baik dari mu, ku harap tidak
akan lama” Sutradara Jang menepuk pundak Jung Su dan kemudian berjalan
meninggalkan Jung Su yang masih bingung dengan naskah yang ada ditangannya.
***
Alice
berjalan pelan menyusuri jalan kecil menuju rumah Tae Yong. Salju masih banyak
menumpuk di jalan itu sehingga membuat Alice harus lebih berhati-hati lagi
dalam berjalan. Di pinggir jalan terdapat beberapa orang anak-anak yang sedang
bermain salju, ada yang membuat boneka salju dan ada juga yang melemparkan
salju yang sudah dibulatkannya kewajah teman-temannya. Alice tersenyum melihat
anak-anak itu bermain. Ia jadi teringat dengan teman-temannya yang ada di
Indonesia, dulu saat masih kecil ia juga sering bermain air hujan didepan rumah.
Bahkan sampai ia dimarahi oleh Ibunya karena setelah itu ia jatuh sakit.
Bermain bersama teman-teman adalah hal yang sangat ia sukai. Namun saat disini,
dengan siapa dia akan bermain. Disini ia tidak bisa memikirkan bermain, ia
harus berjuang untuk kesuksesannya. Alice menghembuskan napas dan uap putih
keluar dari mulutnya, matanya memandang keatas, sinar matahari sedikit
menyilaukan matanya, sekali lagi ia menghembuskan napas dan kemudian tersenyum.
Ia kembali menatap jalan dan meneruskan langkah kakinya hingga sampai didepan
pintu pagar rumah bercat putih itu. Tangannya menekan beberapa angka dan pintu
pagar itu terbuka. Beberapa hari yang lalu Tae Yong memberitahukannya kode
rumah itu, sehingga jika ia datang ia tidak perlu menunggu Tae Yong membukakan
pintu untuknya.
Alice
melangkahkan kakinya memasuki rumah itu dan ketika membuka pintu ia terkejut
saat mendengar seseorang berteriak dari dalam.
“Shirheo”
ucap Tae Yong keras dan membuang naskah yang ada ditangan Jung Su.
“Tae
yong a, aku mengerti bagaimana
perasaanmu. Tapi ini pekerjaan, cobalah untuk tidak mencampurnya dengan urusan
pribadi, cobalah untuk bersikap profesional”
“Hyeong”
“Aku
mohon padamu, Tae Yong a” Jung Su
menatap mata Tae Yong lekat, ia yakin kali ini artisnya ini pasti akan
meng-iyakan permintaannya. Tae Yong merasa tidak enak mendengar Jung Su memohon
padanya, ini bukan kebiasaan Jung Su. Tae Yong menghembuskan napas panjang dan
akhirnya ia menyerah juga. Ia mengangguk dan mengambil kembali naskah yang tadi
sempat dilemparnya.
Alice
masih berdiri didepan pintu dan menyaksikan semua peristiwa yang menurutnya
aneh itu. Ia berusaha untuk bersuara “ehem” ucapnya dan kedua pria yang tadi
sempat beradu mulut itu serempak melihatnya. Alice tersenyum dengan ragu-ragu,
kali ini makian apa lagi yang akan didapatkannya. Belum sempat kedua pria itu
bicara, alice sudah bicara duluan “Aku tidak akan mengatakan apapun” ucapnya cepat sehingga membuat kedua
pria itu saling berpandangan.
“Alice
ssi, sejak kapan kau ada disana?”
Jung Su berjalan menghampiri Alice yang
masih berdiri kaku didepan pintu.
“Saat..”
Alice membasahi bibirnya yang terasa kering kemudian menengok kearah Jung Su
dan juga kearah Tae Yong “Saat Tae Yong membuang buku itu” ucap Alice sambil
menunjuk kearah naskah yang sudah dipegang Tae Yong.
“Aku
janji tidak akan memberitahu siapapun” katanya lagi sambil mengangkat tangannya
berjanji. Tae Yong dan Jung Su kembali saling pandang, kemudian mereka berdua
tertawa.
Alice
masih tidak mengerti dengan dua pria dihadapannya ini, tadi mereka saling adu
mulut dan sekarang mereka tertawa bersama seakan tidak pernah terjadi apa-apa. Alice
semakin tegang melihat kedua pria itu, ia sama sekali tidak mengerti dengan
kedua orang itu.
“Alice
ssi, kenapa kau tegang begitu?” tanya
Tae Yong disela tawanya.
“Aku..tidak,
aku tidak tegang” Alice berusaha tersenyum dan mencoba untuk ikut tertawa.
Wajahnya kali ini pasti terlihat sangat aneh.
“Sudah
tidak apa-apa, kami percaya padamu” Jung Su menepuk pundak Alice dan tersenyum.
Melihat senyum itu Alice yang tadinya masih merasa tegang sudah kembali seperti
semula dengan senyuman diwajahnya.
“Tapi..kenapa
kalian bertengkar?” Alice bertanya dengan hati-hati, takut kedua pria itu
tersinggung karena mengungkit lagi masalah tadi. Alice menatap Jung Su meminta
jawaban dari pertanyaannya. Jung Su mengalihkan pandangannya dari tatapan Alice
dan kembali berjalan menuju sofa dan mengambil sebuah majalah dan membacanya,
ia tidak berniat memberikan jawaban apapun pada gadis itu. Merasa tidak
direspon kini Alice menatap Tae Yong meminta penjelasan. Tae Yong kaget saat
tiba-tiba gadis itu menatapnya “Itu..eng..itu” ucapnya tergagap, ia merasa sikapnya
saat ini konyol sekali “Itu bukan urusanmu” ucapnya ketus, Alice cukup terkejut
mendengar jawaban Tae Yong, ah tidak bukan karena jawabannya tapi lebih kepada
nada bicaranya yang sedikit kasar menurutnya. Entahlah Tae Yong juga tidak
mengerti kenapa ia malah menjawab dengan tidak sopan seperti itu. ia jadi
menyesal saat melihat ekspresi wajah gadis itu.
“Jawabnya
tidak perlu ketus begitukan. Aku juga mengerti” gumam Alice pelan, masih dengan
wajah cemberut ia berjalan kearah sofa dan meletakkan tas medisnya serta
mengeluarkan isi-isinya “Tae Yong ssi,
kemarilah aku akan memeriksamu” Alice mengeluarkan Stetoskop,
Tensimeter digital dan
juga buku tulis kecil serta pulpen dari dalam tasnya.
Tae
Yong berjalan ragu-ragu mendekati Alice yang sudah menggenakan stetoskopnya. Ia
sangat yakin bahwa gadis itu kini sedang kesal karena perkataannya tadi. Alice
menatap Tae Yong tajam, matanya menyuruh pria itu untuk duduk di sofa panjang
yang ada di sampingnya. Walaupun begitu Tae Yong tetap mengikuti keinginan
gadis itu untuk duduk di sofa panjang disebelahnya. Tae Yong duduk dengan
tegang dan memberikan tangannya pada Alice. Gadis itu mulai mengikat tangan Tae
Yong dengan pengukur tensi, mata bulatnya menatap lurus ke arah tensimeter yang
dipegangnya, otaknya berkonsentrasi melihat angka-angka yang tertera di layar
Tensimeter itu “120/80,
bagus normal” Alice mencatat apa yang diucapkannya kedalam buku kecil miliknya.
Kini gadis itu menyentuh denyut nadi Tae Yong, matanya kini beralih kearah jam
tangan miliknya, dari dekat Tae Yong dapat melihat bibir gadis itu bergerak,
entah mengucap sesuatu atau sedang menghitung , ia tidak begitu yakin.
“72
per menit” Alice kembali berucap dan menuliskan lagi dibuku kecilnya.
Alice masih sibuk
mencatat setiap detail hasil pemeriksaannya ketika Tae Yong diam-diam
memperhatikannya. Ia memperhatikan wajah gadis itu dengan seksama, alis mata
tebal namun terukir rapi, mata bulat besar dan jernih, hidung mancung, bibir
tipis berwarna pink, kulit yang tampaknya sangat halus tanpa cela, seandainya
saja warna kulit gadis itu putih bukan kuning langsat dan matanya sipit bukan
bulat besar pastilah orang-orang akan berpikir gadis ini adalah orang korea. Cantik,
itulah kata pertama yang terlintas dipikiran Tae Yong saat memperhatikan gadis
itu.
“Detak jantung
normal, tekanan darah juga normal. Tae Yong ssi,
sepertinya kau sangat bisa menjaga kesehatanmu”
“Eo?”
“Sepertinya kau
tidak butuh aku untuk menjagamu, ah tidak seharusnya aku memang tidak
diperlukan. Seharusnya dokter Choi tidak perlu menyuruhku setiap hari
memeriksamu seperti ini, dari apa yang aku lihat, kau itu orang yang bisa
mengurus diri sendiri, benarkan?” Alice kembali menatap Tae Yong yang masih
tidak mengerti apa maksud gadis itu.
“Oh, kau baru tahu.
Aku ini memang paling bisa menjaga diriku sendiri, hanya kalian saja yang tidak
percaya padaku” Tae Yong melirik Jung Su yang sudah tersenyum menyadari
perkataan Tae Yong. Melihat senyum Jung Su, Tae Yong langsung mendengus sebal.
Kata-katanya tadi itu untuk menyidir, ini kenapa yang disindir malah tersenyum,
membuat Tae Yong semakin sebal.
“Oh, ini apa?”
Alice melihat naskah yang tadi dipegang Tae Yong dan melihat isinya. Hampir
semua isi dari naskah itu ditulis dengan hangeul
,
untunglah Alice sudah mempelajari tulisan itu sebelum berangkat ke negri
ginseng ini.
“Itu naskah drama,
kau tidak bisa baca” kata Tae Yong ketus. Entah kenapa setiap kali melihat
naskah itu, ia jadi merasa kesal. Alice menatapnya tajam, gadis itu semakin
kesal melihat sikap Tae Yong. Apa pria ini tidak bisa menjawab secara
baik-baik, apa dia tidak pernah belajar tata kerama ya!
Alice menghela
napas panjang, mencoba untuk menenangkan diri. Kembali ia membaca naskah itu,
dan matanya tepat menatap satu nama yang sepertinya cukup familiar. Kini gadis
itu tersenyum, sekarang ia tahu kenapa pria yang dihadapannya ini dari tadi
marah-marah tidak jelas padanya. Ternyata penyebabnya adalah sebuah nama yang
ada dalam naskah ini ‘Bong Shin Ae’.
“Jung Su ssi, apa kau yakin artis mu ini akan
bersikap profesional?” melihat dari sikap Tae Yong saat ini, Alice yakin pria
ini pasti akan membuat masalah jika benar-benar ikut dalam drama itu.
“Aku percaya
padanya” kata Jung Su dengan pasti. Ia benar-benar mempercayai Tae Yong, tidak
bukan begitu, ia harus mempercayai artisnya itu, karena hanya dengan biginilah
Tae Yong akan bisa bersikap profesional. Alice mengangguk mengerti dengan apa
yang dikatakan Jung Su.
“Memangnya kenapa?”
Tae Yong sudah duduk manis disamping Jung Su
Alice menggeleng
sambil masih tersenyum “Tidak ada apa-apa”
“Tidak mungkin
tidak ada apa-apa, ayo cepat katakan!. Ah! Kau pasti berpikir aku tidak akan bisa
bermain bagus didrama ini, ya kan?”
Alice mengerdikkan
bahunya “apa hari ini kau tidak ada kegiatan lain?” tanya Alice tidak peduli
dengan pertanyaan Tae Yong.
Tae Yong menautkan
Alisnya “Kenapa?”
“Kalau tidak ada,
aku akan pergi ke kampus dan kembali kesini lagi besok” Alice beranjak dari
tempatnya duduk dan mengambil tas medisnya serta kembali mengenakan mantel
coklatnya lagi, ia sedikit merapikan rambutnya sebelum mengenakan topi rajut
yang baru saja dibelinya kemarin.
“Oh” kata Tae Yong
dan Jung Su bersamaan “Ya hari ini kami memang tidak akan kemana-mana, baiklah
apa kau mau kami antar?” Jung Su menghentikan kegiatan membacanya dan menjawab
pertanyaan Alice serta menawarkan diri untuk mengantar gadis itu.
“Mm” Alice melirik
Tae Yong sekilas “kalau Tae Yong ssi
tidak keberatan, aku tidak masalah. Lumayan kan, aku bisa sedikit berhemat”
ucap Alice sambil tersenyum senang.
“Bagaimana, kau mau
ikut atau tidak. Kalau tidak mau, aku sendiri saja yang mengantarnya” sambil
menunggu jawaban dari Tae Yong, Jung Su mengambil jaket dan kunci mobilnya. Tae
Yong masih belum menjawab, ia masih melihat kedua orang itu yang menunggunya
didepan pintu. Entah kenapa tiba-tiba ia tidak suka jika gadis itu hanya pergi
berdua saja dengan Jung Su, ia tidak menyukai itu, satu keputusan dibuat
“baiklah” katanya sambil mengambil jaket yang tergantung dikamar dan kembali
ketempat Jung Su dan juga Alice yang sudah menunggunya didepan pintu “Ayo” Tae
Yong berjalan lebih dulu serta mengambil kunci yang ada ditangan Jung Su. Ia
mulai menghidupkan mesin mobil dan menyetel penghangat. Alice dan Jung Su masih
belum bergerak dari tempat mereka berdiri. Kedua orang itu masih tertegun
melihat Tae Yong. Alice benar-benar tidak bisa menebak suasana hati dan juga
pikiran Tae Yong. Bahkan bukan hanya Alice yang tidak bisa menerka sifat pemuda
itu, Jung Su pun, yang sudah sekian tahun bersama pemuda itu masih tidak bisa
mengerti dengan kepribadian artisnya itu.
“Yaa, kalian jadi pergi atau tidak”
teriak Tae Yong dari dalam mobil.
“Eo”sahut Jung Su dan Alice bersamaan. Kemudian
mereka bersama-sama menghampiri Tae Yong yang sudah siap untuk menyetir. “Biar
aku saja yang menyetir” Jung Su berdiri di depan Tae Yong, menyuruhnya untuk
berganti tempat.
“Ani, biar aku saja. Sudah hyeong duduk saja, satu hari ini biar
aku yang jadi supir mu, kau nikmati saja” Jung Su mengalah dan berjalan ke
sebelah Tae Yong. Apapun yang dilakukannya, ia sangat yakin Tae Yong tidak akan
merubah keputusannya, jadi ya nikmati saja hari ini.
Tae Yong
menjalankan mobil dengan kecepatan sedang, sesekali matanya melirik kearah belakang
melalui kaca spion, ia memperhatikan Alice yang kini sedang termenung
memandangi jalan. Tae Yong jadi ingin tahu apa yang sedang dipikirkan gadis
itu, kenapa wajahnya seperti ingin menangis. Akhir-akhir ini Tae Yong merasa
dirinya aneh, setiap melihat gadis itu entah kenapa ia jadi merasakan perasaan
rindu, ia jadi ingin tahu apa yang sedang dipikirkan oleh gadis itu, kenapa ia
jadi seperti ini. Sial, umpatnya
dalam hati.
Alice termenung
memandang jalan yang sebagian tertutup oleh salju. Ia menatap awan yang mendung
dan ia jadi merasa kesepian. Alice jadi merasa rindu dengan keluarganya, rindu
dengan kehangatan ayahnya saat membelai rambutnya, rindu dengan aroma masakan
ibunya yang sangat nikmat. Dinegeri asing ini, alice tidak punya siapa-siapa.
Jika kakaknya masih ada mungkin Alice tidak akan merasa kesepian seperti
ini,tapi kakaknya juga pergi meninggalkannya. Ia hanya seorang diri, tanpa ada
keluarga yang menemani. Alice menyandarkan kepalanya kekaca mobil dan masih
menatap jalanan. Kini matanya terasa panas, air mata sudah menggenang di pelupuk
matanya, cepat-cepat ia seka dengan tangannya. Ada apa dengan dirimu Alice, kenapa kau cengeng sekali. Belum satu
bulan kau berada dinegeri asing ini, dan kini kau sudah merindukan tanah air
mu. Kau tidak boleh seperti ini, ayo semangatlah dan nikmati hari-harimu disini
selagi kau masih punya kesempatan. Alice memarahi dirinya sendiri dan
memantapkan hatinya. Tanpa sadar ia menganggukkan kepalanya dan mencoba untuk
tersenyum kembali.
Tae Yong tersenyum
saat melihat Alice yang berkutat dengan pikirannya. Gadis yang lucu, bagaimana
ia bisa memiliki berbagai macam ekspresi seperti itu dalam sepersekian detik.
Sebentar murung, sebentar lagi tersenyum, apa gadis ini hanya berpura-pura?
Ataukah ia memang begitu lugu? Ah tidak tahu, tapi gadis ini bisa membuat
siapapun yang melihatnya merasa nyaman. Kenapa
aku merasa nyaman saat bersamanya? Apa mungkin aku – ah tidak, itu tidak
mungkin terjadi. Mana bisa aku menyukai gadis yang baru aku kenal. Benar itu
tidak mungkin, kalau memang seperti itu aku pasti sudah gila. Tae Yong
tersenyum dan menganggukkan kepalanya, setuju dengan apa yang dipikirkannya
sendiri. Dari samping Jung Su melihatnya dengan tatapan aneh.
***
Sudah
sepuluh kali Alice mendengar helaan napas Tae Yong. Pria itu kini sedang
membaca naskah drama yang akan dimainkannya. Tadi pagi-pagi sekali Tae Yong
sudah menelpon untuk segera dantang ketempatnya, tidak seperti biasanya. Tae
Yong bersuara seperti kesakitan ,karena merasa sangat darurat gadis itu
cepat-cepat bergegas menuju kerumah Tae Yong. Namun saat sampai disana, pria
itu malah sedang asik melahap makanannya. Alice sempat kesal dengan apa yang
sudah dilakukan Tae Yong hari ini, gara-gara pria itu ia jadi tidak bisa
menikmati tidurnya, padahal semalam ia baru tidur sekitar pukul tiga dini hari.
Sekarang tubuhnya merasa sangat lelah, matanya juga mengantuk. Tapi ia tidak
bisa tidur, karena sekarang ia sedang berada di lokasi syuting Tae Yong di
daerah myeongdong. Bagaimana mungkin
dia bisa tidur di tempat yang ramai sekali dengan orang-orang yang sedang
berbelanja ataupun yang sedang asik menonton syuting drama ini. Alice memutar
kepalanya kekiri dan kekanan melihat-lihat tempat itu. Ia jadi ingat kalau
selama ini dirinya belum pernah pergi melihat-lihat kota Seoul. Jangankan untuk
bersantai, untuk berbelanja saja ia belum. Sekarang rasa kesalnya pada Tae Yong
sudah sedikit berkurang, yah setidaknya ia bisa sedikit bersantai disini.
Memang sekarang dia sedang berada di pusat perbelanjaan terbesar di korea, tapi
saat ini ia tidak membawa uang untuk berbelanja, jadi hanya bisa memandangi
keramaian tempat itu. Sedikit menghilangkan rasa stess nya beberapa hari ini.
Sutradara
Jang menghampiri Tae Yong yang masih membaca naskah, menyuruhnya untuk segera
melanjutkan syuting yang tadi sempat terhenti karena Shin Ae selalu membuat NG.
Alice kembali menatap Tae Yong, tertarik melihat seperti apa pria itu memainkan
perannya lagi. Apa kali ini dia akan melakukan kesalahan atau sama
seperti tadi, melakukan akting yang sempurna. Kemarin ia sempat berpikir
Tae Yong pasti akan melakukan banyak kesalahan, karena bermain dengan orang
yang tidak ingin dilihatnya. Namun sayang sekali pemikiran Alice ini salah
total, Tae Yong bermain sangat bagus dan terlihat profesional dan yang sering
melakukan kesalahan ternyata adalah Shin Ae. Gadis itu berulang kali melakukan
NG dan terpaksa sutradara Jang menghentikan sementara syuting agar gadis itu
bisa kembali fokus pada perannya.
“Shin
Ae ssi, kau harus lebih fokus dengan
peran mu. Jangan melakukan NG lagi. Kau mengerti” Sutradara Jang berbicara
dengan Shin Ae dan gadis itu hanya menjawab “Choesonghamnida”
berkali-kali sambil membungkukkan sedikit badannya. Setelah sutradara Jang
meninggalkannya dan berbicara dengan staf-staf yang lain, Shin Ae merubah raut
wajahnya yang tadi seperti bersalah berubah menjadi sebal, mulutnya tak
henti-henti menggerutu. Alice yang melihat pemandangan itu kini bisa menebak
seperti apa karakter artis muda itu. Pantas saja Tae Yong meninggalkannya. Ah!
Bukan ya, Tae Yonglah yang sudah ditinggalkannya. Lalu sekarang untuk apa dia
kembali mencari Tae Yong. Ingin kembali padanya? Benar-benar gadis yang tidak
punya pendirian. Alice mendecakkan licahnya sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya. Alice masih menatap Shin Ae saat Te Yong menghampiri gadis itu dan berbicara
padanya. Alice memperhatikan mereka dari kejauhan.
“Shin
Ae ya, kau sengaja melakukannyakan?” kata Tae Yong ketus. Ia semakin tidak suka
melihat sikap Shin Ae saat ini.
“Apa
maksudmu?”
Tae
Yong mendengus kesal “Aku tahu kau sengaja melakukan banyak kesalahan” katanya
lagi dan menatap Shin Ae dengan dingin. Shin Ae membalas tatapan Tae Yong
dengan senyuman yang menurut Tae Yong dan juga Alice yang melihat itu hanya
senyum palsu, ya hanya sebuah akting.”Kau tahu” katanya santai. Tae Yong
menyipitkan matanya, masih menunggu kelanjutan dari kata-kata gadis itu. “aku
memang sengaja, agar kau mau berbicara dengan ku dan itu berhasil kan. Sekarang
kau berbicara denganku” katanya lagi dengan nada suara yang terdengar senang.
“Aku
minta jangan seperti ini” Tae Yong hendak berjalan meninggalkan Shin Ae, ia
masih tidak suka melihat gadis itu. Setiap melihat gadis itu ia pasti akan
merasa kesal. Belum sempat Tae Yong berjalan, Shin Ae sudah memegang tangannya
“Tae Yong a” ucapnya dengan suara yang lembut, seperti dulu ia sering memanggil
Tae Yong. Pria itu tertegun sejenak mengingat kembali saat masa-masa bersamanya
dengan Shin Ae, namun sedetik kemudian ia kembali tersadar dan kembali menatap
Shin Ae dingin “lepaskan tangan mu” kata Tae Yong datar. Shin Ae semakin tidak
ingin melepaskan tangannya dari Tae Yong. Alice yang melihat dari kejauhan
dapat merasakan ketegangan yang terjadi antara dua orang itu “Tidak bagus”
ucapnya pelan. Tanpa sadar ia berdiri dan berjalan kearah dua orang yang sedang
bersitegang itu dan berdiri diantara mereka berdua.
“Tae
Yong a” Tanpa sadar Alice memanggil Tae Yong dengan namanya saja tanpa ada
embel-embel ssi dibelakangnya. Shin Ae dan Tae Yong serempak menoleh kearah
Alice yang sudah berdiri ditengah-tengah mereka. Tae Yong berkali-kali
mengerjapkan matanya menatap Alice. Ia berpikir apa tadi kupingnya salah dengar
atau memang gadis itu memanggilnya dengan namanya saja tanpa embel-embel ssi
dibelakangnya dan lagi sesaat ia merasa gadis itu memanggilnya dengan lembut, dengan
ketulusan.
“Ada
apa?” Alice menatap Tae Yong dan menggenggam tangannya. Tatapan gadis itu
seakan berkata ‘Tahan emosi mu, jangan sampai image-mu yang baik menjadi buruk
karena masalah ini. Ingat disini banyak wartawan’ begitulah yang ditangkap oleh
Tae Yong. Dalam sekejap raut wajah Tae Yong yang tadi terlihat emosi kembali
menjadi tenang, dan terlihat lebih santai. Shin Ae yang melihat perubahan wajah
Tae Yong benar-benar terkejut. Ia merasa tidak percaya dengan apa yang
dilihatnya. Dulu ia tidak pernah bisa menenangkan Tae Yong yang sedang emosi,
tidak pernah bisa. Bahkan bukan hanya dirinya saja, Jung Su pun tidak akan bisa
merubah Tae Yong, tapi gadis yang ada dihadapannya ini dalam sekejap saja dapat
merubah itu. sedikit demi sedikit Shin Ae melepaskan tangannya dari Tae Yong
dan berjalan mundur dengan ekspresi
tidak percaya.
“Tae
Yong ssi” panggil sutradara Jang yang
kini berjalan ketempat Tae Yong. Melihat Sutradara Jang yag semakin mendekat
kearahnya, Shin Ae buru-buru kembali ketempat managernya berada. Sutradara Jang
menatap Shin Ae dengan aneh, namun itu tidak dipikirkannya. Ia kembali
berbicara dengan Tae Yong. Belum sempat ia membuka mulut, matanya melirik
kearah samping Tae Yong dan menatap seorang gadis yang menurutnya manis.
Sutradara Jang masih menatap Alice dari atas sampai bawah, namun seketika
tatapannya terhenti kearah tangan gadis itu yang masih menggenggam tangan Tae
Yong. Alice mengikuti kemana mata Sutradara itu menatapnya, dan dengan cepat ia
langsung melepaskan genggaman tangannya, kini wajahnya bersemu merah dan dengan
malu-malu tersenyum seraya menyapa
Sutradara Jang. Alice bisa merasakan wajahnya memerah karena tiba-tiba saja
suhu tubuhnya menjadi panas, padahal saat ini ia sedang berada diluar ruangan
yang sangat dingin karena salju turun perlahan. ia mengangkat kedua tangannya
dan meletakkannya di kedua pipinya yang terasa hangat. Masih dengan perasaan
malu, Alice permisi kembali ketempatnya tadi duduk. Sambil berjalan ia terus
menggeleng-gelengkan kepalanya dan sesekali mengumpat dirinya sendiri. Tae Yong
dan sutradara Jang melihatnya dengan tatapan seolah berkata’kenapa dengan
dirinya’.
“Siapa
dia? Pacar mu ya?”
“Eo” Tae Yong masih tersenyum geli
melihat tingkah Alice
“Wuah,
kau bahkan tidak menyangkalnya” Tae Yong
menoleh kearah sutradara Jang dengan kening berkerut “Mwo?” katanya tidak mengerti. Sutradara Jang menunjuk Alice dengan
wajahnya “Gadis itu, pacarmu” katanya lagi.
“Pacar?”
Tae Yong mengulangi kata-kata terakhir yang diucapkan sutradara Jang. Apa maksud sutradara Jang dengan’pacar’, apa
yang dimaksud sutradara Jang itu gadis itu adalah pacarku. Sutradara Jang
menatapnya bingung. Tae Yong tersenyum dan langsung menggeleng “Aniyo, dia bukan pacar ku. Dia itu cuma uisa
yang merawatku saja” Tae Yong berkata seakan berharap apa yang dikatakan
sutradara Jang adalah benar. Ia berharap Alice benar-benar menjadi kekasihnya.
“Uisa!” ulang Sutradara Jang. Kini
keningnya mengerut tidak mengerti apa sebenarnya yang dikatakan Tae Yong. Tadi
bukannya Tae Yong mengakui kalau gadis itu adalah kekasihnya dan sekarang dia
malah membantahnya dan mengatakan kalau gadis itu cuma dokter yang merawatnya.
Sutradara Jang semakin tidak mengerti “Ah, terserah saja lah” katanya sambil
berlalu meninggalkan Tae Yong yang masih menatap Alice.
“Tae
Yong ssi, kita mulai syutingnya” sutradara Jang berteriak memanggil Tae Yong
dari kejauhan. Tae Yong menoleh kemudian berlari ke tempat sutradara Jang dan
Syuting pun dimulai.
“Yak.
Action”